Jakarta – Di tengah polemik kasus korupsi impor gula yang menjerat Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, pihak kuasa hukum menyampaikan pembelaan mengejutkan. Mereka mengklaim bahwa kebijakan impor gula kristal mentah (GKM) yang dilakukan justru memberikan keuntungan besar bagi negara, bukan kerugian seperti yang dinyatakan dalam putusan hakim.
Menurut Zaid Mushafi, kuasa hukum Tom Lembong, kebijakan membuka keran impor GKM berdampak positif terhadap perekonomian. “Ada sekitar Rp 900 miliar pendapatan negara yang justru diperoleh dari aktivitas tersebut,” kata Zaid di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Klaim ini, menurutnya, diperkuat oleh keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
Produksi Lokal Diuntungkan, Bukan Asing
Zaid juga menjelaskan alasan utama kliennya memilih mengimpor GKM ketimbang gula kristal putih (GKP). Ia menuturkan bahwa gula putih siap konsumsi jarang tersedia langsung di pasar internasional dan harus dipesan terlebih dahulu (pre-order), dengan harga lebih mahal dan waktu pengiriman yang lebih lama. “Kalau impor GKP, yang untung justru luar negeri. Tapi kalau GKM, justru pabrik gula kita yang bergerak,” tegasnya.
Dengan impor GKM, industri gula nasional ikut terlibat dalam proses produksi GKP. Artinya, ada perputaran tenaga kerja, kontribusi pajak, dan dampak ekonomi lain yang menguntungkan negara.
Vonis Tetap Dijatuhkan
Namun, pengadilan tidak sejalan dengan pembelaan itu. Tom Lembong dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta karena dianggap merugikan negara hingga Rp 194,7 miliar. Kerugian ini dihitung dari selisih harga jual PT PPI yang dinilai terlalu mahal saat membeli GKP hasil olahan dari impor GKM tersebut.
Menariknya, Mahfud MD sempat mengkritik keras vonis tersebut dengan menyebut tidak adanya mens rea atau niat jahat dari Tom, serta mempertanyakan metode perhitungan kerugian negara yang dinilai tidak sahih.
Kesimpulan
Kasus ini menyisakan kontroversi besar. Di satu sisi, Tom Lembong divonis karena dianggap merugikan negara. Di sisi lain, tim hukumnya mengklaim kebijakannya justru menguntungkan Indonesia secara ekonomi. Apakah benar ini soal kebijakan ekonomi yang dihukum, atau ada kekeliruan dalam proses hukum?
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: