Jurnal Pelopor — Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, melontarkan kritik tajam terhadap majelis hakim yang menyidangkan kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa eks Mendag Tom Lembong. Mahfud menyayangkan keputusan hakim yang menolak hasil audit resmi BPKP dan malah membuat perhitungan kerugian negara dengan “matematika sendiri”.
Perhitungan BPKP Dikesampingkan Hakim
Mahfud menyebut, dalam pertimbangan vonis terhadap Tom Lembong, majelis hakim tidak mengakui hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bahkan, hakim menghitung ulang kerugian negara tanpa dasar audit resmi.
“Perhitungan kerugian negara yang resmi dari BPKP dinilai tidak benar. Anehnya, majelis hakim justru membuat hitungan dengan matematikanya sendiri,” ujar Mahfud kepada Kompas.com.
Tak hanya itu, Mahfud juga menyoroti kelemahan pertimbangan hakim dari sisi hukum. Ia menyebut vonis tak mencerminkan unsur actus reus dan mens rea secara utuh dua elemen penting dalam pembuktian perkara pidana.
Sindiran Kapitalistik dan Norma Hukum
Mahfud juga mengkritik pernyataan salah satu hakim yang menyebut “kebijakan kapitalistik” menjadi faktor yang memberatkan Lembong. Menurut Mahfud, pernyataan tersebut menandakan kekeliruan mendasar dalam membedakan antara gagasan dan norma hukum.
“Hakim bercanda bahwa kebijakan kapitalistik menjadi hal yang memberatkan. Tampaknya hakim tak paham beda ide dan norma,” ujarnya.
Perbedaan Jumlah Kerugian Negara
Dalam putusannya, hakim menyatakan jumlah kerugian negara sebesar Rp 194,7 miliar, jauh lebih kecil dibanding angka Rp 578 miliar yang disampaikan jaksa berdasarkan audit BPKP.
Hakim Alfis Setiawan menyebut bahwa komponen kerugian sebesar Rp 320 miliar hasil selisih pembayaran bea masuk dan pajak impor “belum pasti terjadi” dan “tidak bisa diukur secara pasti”. Oleh karena itu, komponen itu dikesampingkan.
Putusan yang Memicu Kritik
Vonis terhadap Tom Lembong memunculkan perdebatan luas, baik di kalangan akademisi hukum maupun masyarakat. Kejaksaan Agung dan pihak Lembong sama-sama menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kasus ini menyisakan polemik: apakah perhitungan kerugian negara bisa dilakukan sendiri oleh hakim tanpa mengacu pada hasil audit lembaga negara seperti BPKP?
Kesimpulan: Mahfud Dorong Keadilan Substantif
Di tengah ramainya kritik terhadap putusan, Mahfud MD menegaskan pentingnya menjaga akurasi dan prinsip keadilan dalam setiap proses peradilan, terutama menyangkut kasus korupsi. Ia berharap banding atas kasus Tom Lembong bisa menjadi ajang koreksi atas pendekatan hukum yang keliru.
“Hukum bukan hanya soal tafsir, tapi juga keadilan dan akal sehat,” tegas Mahfud.
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: