Jurnal Pelopor – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Subholding dengan kerugian Rp 193,7 triliun, serta skandal megakorupsi timah senilai Rp 271 triliun, kembali mengguncang Indonesia. Apakah ini tanda buruknya pengawasan hukum atau momentum kebangkitan pemberantasan megakorupsi?
Sistem yang Lemah, Korupsi Terus Berulang
Angka-angka tersebut bukan sekadar statistik, tetapi bukti nyata bahwa sumber daya negara disalahgunakan oleh elite tertentu. Janji pemberantasan korupsi selalu digaungkan, namun realitasnya menunjukkan lemahnya penegakan hukum.
Kasus-kasus besar ini menyoroti lemahnya pengawasan hukum, terutama di BUMN. Ketua Center For Participatory Development Indonesia, Kasmuin, menilai sistem pengawasan yang tidak efektif menjadi celah bagi pelaku korupsi. Ia mengusulkan hukuman lebih berat, seperti seumur hidup tanpa remisi, agar memberikan efek jera.
Korupsi Menghambat Ekonomi dan Investasi
Maraknya korupsi berdampak buruk pada kepercayaan investor. Transparency International mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan di angka 34 pada 2023, jauh tertinggal dari Malaysia (47) dan Singapura (83). Bank Dunia juga menyebut korupsi sebagai faktor utama penghambat investasi asing ke Indonesia.
Langkah Konkret yang Diperlukan
Untuk menghentikan siklus korupsi, pemerintah harus mengambil tindakan tegas:
- Memperkuat KPK dan lembaga penegak hukum tanpa intervensi politik.
- Menerapkan Undang-Undang Perampasan Aset, menyita seluruh hasil korupsi.
- Menegakkan hukuman berat bagi koruptor, termasuk larangan jabatan publik.
- Meningkatkan transparansi dan pengawasan di BUMN serta sektor strategis.
- Mengoptimalkan digitalisasi birokrasi guna menutup celah manipulasi.
Indonesia di Persimpangan Jalan
Sejarawan Yuval Noah Harari menyatakan bahwa korupsi modern telah menjadi sistem terstruktur dalam politik dan ekonomi. Indonesia kini di hadapkan pada pilihan: menjadi negara bersih dan transparan atau terus terjebak dalam lingkaran korupsi yang mengancam masa depan.
Tanpa reformasi serius, Indonesia tidak hanya kehilangan investasi, tetapi juga kepercayaan rakyat dan dunia internasional.
Sumber: Kompas, RRI
Baca Juga:
Prabowo Ramalkan AHY dan Gibran di Pilpres Masa Depan
Saksikan berita lainnya: