Jurnal Pelopor – Di tengah polemik publik soal kewajiban membayar royalti musik di ruang-ruang publik, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) buka suara. Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, menegaskan bahwa pusat-pusat perbelanjaan di bawah naungan asosiasinya selama ini taat hukum dan rutin membayar royalti musik kepada pencipta lagu maupun musisi melalui lembaga yang berwenang.
“Kami adalah asosiasi yang paling aktif membayar royalti, bahkan pernah mendapat penghargaan langsung dari Pak Yasonna selaku Menteri Hukum dan HAM,” ujar Alphonzus dalam pertemuan di Kementerian Perdagangan, Rabu (6/8/2025).
Mal Kini Jadi Ruang Publik Serba Fungsi
Lebih lanjut, Alphonzus menyebutkan bahwa pusat perbelanjaan bukan lagi sekadar tempat jual-beli, melainkan telah berevolusi menjadi ruang publik multifungsi. Mal kini terhubung dengan aspek hiburan, edukasi, kesehatan, dan sosial, sehingga pemutaran musik di dalamnya dinilai wajar untuk menciptakan kenyamanan pengunjung.
Selain memutar lagu, sejumlah mal bahkan kerap menggelar konser musik. Semua aktivitas itu, menurut Alphonzus, tetap dalam kerangka kewajiban hukum untuk membayar royalti.
Titik Masalah: Bukan Tarif, Tapi Sistem Distribusi
Meski mengaku patuh membayar royalti tiap tahun, Alphonzus mengungkapkan bahwa sistem pengelolaan royalti di Indonesia masih jauh dari sempurna. Permasalahan utama justru terletak pada bagaimana lagu-lagu yang diputar diidentifikasi dan royaltinya disalurkan kepada pencipta atau musisi yang tepat.
“Tarif bukan isu utama. Tapi siapa pemilik lagu yang diputar, dan apakah ia benar-benar mendapat bagian dari pembayaran itu—nah, itu yang masih jadi masalah,” tegasnya.
Menurutnya, regulasi tentang Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu dievaluasi dan disempurnakan. Hal ini penting agar pembayaran royalti benar-benar berdampak langsung pada para pencipta.
Tak Semua Mal Bayar, Tapi Tetap Komit
Dari sekitar 400 mal anggota APPBI, tidak semuanya wajib membayar royalti. Hanya pusat perbelanjaan yang benar-benar memutar musik yang diwajibkan membayar. Tarifnya pun ditentukan berdasarkan luas area mal, bukan secara seragam.
“Ada tarif khusus berdasar luasan. Misalnya mal seluas sekian meter akan membayar sekian juta. Semuanya sudah diatur,” ujar Alphonzus.
Meski masih banyak tantangan, ia menegaskan bahwa APPBI tetap menjadi asosiasi yang paling awal memulai pembayaran royalti musik secara konsisten dan siap mendukung penyempurnaan sistem ke depan.
“Tidak ada sistem yang langsung sempurna. Tapi komitmen kami jelas: patuh hukum dan menghormati karya cipta para musisi Indonesia,” tutupnya.
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: