Jurnal Pelopor – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memasuki fase penting dalam pengelolaan anggaran negara. Berbagai kementerian dan lembaga (K/L) mengalami pemangkasan besar-besaran, dengan dalih efisiensi untuk mengalokasikan dana ke program prioritas nasional. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar langkah strategis, atau justru membuka potensi ketidakseimbangan dalam pembangunan dan layanan publik?
Polemik semakin meruncing ketika beberapa kementerian kunci, seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Pendidikan Tinggi, serta Otorita IKN, mengalami pemotongan anggaran dalam jumlah yang sangat besar. Di sisi lain, beberapa institusi tidak tersentuh pemangkasan anggaran sama sekali, seperti Kementerian Pertahanan, Kepolisian, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: apakah efisiensi ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau sekadar strategi untuk mengamankan prioritas politik tertentu?
Pemangkasan Anggaran: Infrastruktur, Pendidikan, dan Keamanan Sosial Tertekan
Data yang ada menunjukkan bahwa pemotongan anggaran tahun 2025 terjadi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berikut beberapa kementerian/lembaga yang mengalami dampak paling signifikan:
- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek): Dipotong Rp22,5 triliun dari Rp57,6 triliun (39%).
- Kementerian Pekerjaan Umum (PU): Dipangkas Rp81,38 triliun dari Rp110,95 triliun (73,34%).
- Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN): Anggaran berkurang Rp4,81 triliun dari Rp6,39 triliun (75,2%).
- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman: Pemotongan Rp3,66 triliun dari Rp5,27 triliun (69,4%).
- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora): Berkurang Rp1,46 triliun dari Rp2,33 triliun (62,9%).
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT): Dipangkas Rp433,19 miliar dari Rp626,39 miliar (69,1%).
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK): Berkurang Rp144,5 miliar dari Rp229,9 miliar (62,8%).
- Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam: Dipotong Rp1,23 triliun dari Rp1,99 triliun (62,18%).
Dampak dari pemangkasan ini cukup besar. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur seperti bendungan, jalan nasional, serta perumahan rakyat harus dikorbankan. Bahkan, sektor pendidikan tinggi dan sains juga terkena imbas besar.
Di sisi lain, beberapa lembaga dan kementerian tidak mengalami pemangkasan anggaran sama sekali, seperti:
- Kementerian Pertahanan
- Kepolisian Negara RI (Polri)
- Badan Intelijen Negara (BIN)
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
- Kejaksaan RI
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan DPR RI
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
- Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
Ketidakseimbangan ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa sektor keamanan dan lembaga legislatif tetap mendapatkan anggaran penuh, sementara sektor infrastruktur dan pendidikan mengalami pemotongan drastis?
DPR RI Menolak Program Hasil Efisiensi Anggaran Kementerian PU
Keputusan pemerintah untuk memangkas anggaran Kementerian PU sebesar Rp81,38 triliun mendapat perlawanan dari DPR RI, khususnya Komisi V yang membidangi infrastruktur dan perhubungan. DPR menolak berbagai program yang dicanangkan oleh Kementerian PU dari hasil dana efisiensi tersebut, dengan alasan bahwa pemangkasan ini akan merusak pembangunan nasional, terutama di daerah terpencil dan rawan bencana.
Jika DPR tetap berpegang pada sikap ini, maka berbagai proyek yang sudah dirancang sebelumnya berpotensi tidak bisa direalisasikan. Akibatnya, akan terjadi stagnasi pembangunan, yang bisa berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional.
Fokus Baru: Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Di tengah pemangkasan besar-besaran ini, pemerintah justru mengalokasikan Rp100 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini bertujuan untuk memberikan makanan gratis kepada 82,9 juta warga, terutama anak-anak sekolah.
Namun, program ini menuai kritik karena:
- Masih lemahnya sistem distribusi pangan nasional, yang berpotensi menyebabkan penyelewengan atau pemborosan anggaran.
- Tidak ada kajian mendalam mengenai keberlanjutan dan dampak ekonomi jangka panjangnya.
- Pemangkasan infrastruktur justru dapat menghambat distribusi makanan, sehingga tujuan MBG sendiri bisa terganggu.
- Bahkan, pernyataan Menteri PUPR yang menyebut bahwa anggarannya dipangkas demi “program makan” sempat menjadi kontroversi di publik. Meskipun kemudian diklarifikasi sebagai candaan, pernyataan ini menunjukkan adanya ketegangan di dalam kabinet mengenai alokasi anggaran ini.
Ketegasan Prabowo: Akan Menindak Menteri yang Bandel
Di tengah situasi ini, Presiden Prabowo memberikan peringatan keras bahwa ia tidak akan segan menindak menteri yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahannya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa seluruh kebijakan, termasuk efisiensi anggaran, harus mengikuti arahan presiden tanpa banyak perdebatan internal.
Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah ini berarti kritik dari menteri atau DPR tidak boleh ada? Bagaimana jika kebijakan efisiensi ini ternyata merugikan pembangunan nasional dalam jangka panjang?
Kesimpulan: Pemerintahan Prabowo Sedang Mencari Arah Baru
Dari semua fakta yang ada, jelas bahwa pemerintahan Prabowo sedang melakukan perombakan besar-besaran dalam alokasi anggaran. Fokusnya kini lebih banyak ke program kesejahteraan sosial, seperti MBG, dengan mengorbankan sektor infrastruktur, pendidikan, dan perumahan.
Namun, ada beberapa konsekuensi besar dari kebijakan ini:
- Penolakan DPR terhadap pemanfaatan hasil efisiensi anggaran Kementerian PU bisa memicu kebuntuan realisasi pembangunan.
- Ketidakseimbangan pemangkasan anggaran, di mana sektor keamanan tetap diprioritaskan, bisa memunculkan kritik bahwa ini adalah strategi politik daripada kebijakan ekonomi yang rasional.
- Jika infrastruktur dasar tidak memadai, program MBG sendiri bisa mengalami hambatan besar dalam distribusi dan efektivitasnya.
Pertanyaannya kini adalah: Apakah ini langkah yang tepat, atau justru awal dari ketimpangan baru?
Yang pasti, masyarakat akan terus mengawasi arah kebijakan ini. Jika strategi ini gagal memberikan dampak positif yang nyata, maka kritik akan semakin membesar, dan pemerintahan Prabowo harus siap menghadapi konsekuensinya.
Penulis: Muhamad Musa, S.E
(Investigasi Kebijakan Publik & Ekonomi)
Baca juga:
Presiden Prabowo Tinjau Program Makan Bergizi Gratis di Pulogadung
Ekonomi Indonesia di Era Trump: Ancaman atau Peluang?
https://www.jurnalpelopor.com/ekonomi-indonesia-di-era-trump-ancaman-atau-peluang/
Bahlil Usul Badan Pengawas Elpiji 3 Kg, UGM Sebut Tak Solutif?
https://www.jurnalpelopor.com/bahlil-usul-badan-pengawas-elpiji-3-kg-ugm-sebut-tak-solutif/
Indonesia Melaju: Industri Otomotif dan Pertahanan di Era Baru 2025
Saksikan berita lainnya: