Jurnal Pelopor — Aliansi Masyarakat Cinta Bangka Belitung (AMCBB) mendesak pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Kehutanan, untuk segera membuka data terkait kondisi pertambangan dan dampak lingkungan yang terjadi di Bangka Belitung. Desakan ini muncul menyusul pro dan kontra mengenai kerusakan lingkungan yang terkait dengan kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun.
Ketua AMCBB, Kurniadi Ramadani, menilai bahwa hingga kini, pemerintah belum membuka data mengenai kondisi industri timah dan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
“Kami meminta agar instansi terkait tidak tinggal diam dan membuka data yang valid, agar publik bisa mendapatkan kejelasan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh industri ini,” kata Kurniadi, yang akrab disapa Dani, dalam konferensi pers di Warkop Kongki, Pangkalpinang.
Polemik Kerusakan Lingkungan
Dani menegaskan bahwa masalah kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah di Bangka Belitung masih menjadi perdebatan karena belum ada lembaga yang berani menghitung dampak yang ditimbulkan secara valid. Ia meminta Kementerian ESDM untuk mengungkapkan data yang mencakup jumlah Surat Izin Usaha Jasa Pertambangan (SIUJP), data mitra PT Timah yang terlibat dalam kerjasama, serta laporan perkembangan tambang selama periode 2015-2022.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga harus membuka data terkait izin lingkungan, reklamasi, dan perubahan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
“Mereka pasti punya datanya. Jika salah, maka harus ada pertanggungjawaban,” tegas Dani.
Tuntutan Kejelasan Data dan Tanggung Jawab Pemerintah
Dani juga mendesak Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) XIII Bangka Belitung dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batu Rusa Cerucuk untuk membuka data yang berkaitan dengan perubahan fungsi kawasan hutan, pengelolaan daerah aliran sungai, serta rehabilitasi hutan, lahan, dan mangrove.
Pihaknya juga meminta DPRD Bangka Belitung membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menangani masalah ini. Meski DPRD tidak memiliki kewenangan untuk menghitung kerusakan langsung, mereka dapat meminta data yang untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan transparansi.
Dampak Negatif bagi Bangka Belitung
Dani menyatakan kekhawatirannya jika terus membiarkan masalah ini tanpa penyelesaian yang jelas. Ia mengingatkan bahwa ketidakjelasan ini dapat merusak kepercayaan dunia internasional terhadap timah Bangka Belitung. Hal tersebut bisa menurunkan harga timah dari daerah ini dan memicu aktivitas penyelundupan.
“Jika ini terjadi, Bangka Belitung akan kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar. Timah bisa dianggap sebagai mineral konflik, yang tentunya merugikan daerah ini,” ujar Dani.
Aksi Unjuk Rasa sebagai Langkah Terakhir
Dani menegaskan bahwa jika pemerintah dan lembaga terkait tidak merespons tuntutan masyarakat untuk membuka data secara transparan, mereka akan mengerahkan massa untuk melakukan aksi unjuk rasa. Aksi tersebut bertujuan untuk menuntut kejelasan dan mendesak pihak-pihak yang berwenang untuk segera mengungkapkan fakta-fakta yang ada.
“Jika tidak ada tindak lanjut, kami akan turun ke jalan. Kami ingin data yang valid dan transparan untuk masyarakat, agar kasus ini tidak hanya digunakan untuk kepentingan segelintir kelompok tertentu,” tandas Dani.
Dengan semakin maraknya penangkapan terkait aktivitas pertambangan timah ilegal, masalah ini semakin memicu keresahan di kalangan masyarakat. Masyarakat berharap agar semua pihak yang terlibat, baik pemerintah maupun sektor swasta, bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan oleh industri pertambangan di Bangka Belitung.
Sumber; Tempo.com
Baca juga:
Presiden Prabowo Tinjau Program Makan Bergizi Gratis di Pulogadung
Iwan Fals dan Istri Diperiksa di Polres Jaksel, Kasus Apa?
https://www.jurnalpelopor.com/iwan-fals-dan-istri-diperiksa-di-polres-jaksel-kasus-apa.html#google_vignette
Saksikan berita lainnya: