Jurnal Pelopor – Jakarta kembali diguncang oleh skandal besar yang mencoreng dunia hukum Indonesia. Lisa Rachmat, pengacara Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan yang sempat kontroversial, dituntut 14 tahun penjara karena terlibat dalam praktik suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (28/5/2025). Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa Lisa tak hanya menjadi penasihat hukum, tapi juga otak dari strategi busuk untuk menyuap majelis hakim demi membebaskan Ronald dari jeratan hukum. Ia tak sendiri. Dalam praktik suap ini, ia bekerja bersama ibu Ronald, Meirizka Widjaja Tannur, dan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Suap untuk ‘Vrijspraak’
Menurut jaksa, ketiganya menyuap hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, dengan total suap mencapai Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. Uang tersebut diberikan secara bertahap selama proses sidang berlangsung, dengan harapan Ronald dinyatakan bebas atau vrijspraak dari dakwaan pembunuhan.
Dan benar saja, skenario itu berhasil. PN Surabaya secara mengejutkan membebaskan Ronald Tannur dari semua dakwaan, membuat publik terhenyak dan mempertanyakan keadilan bagi korban. Belakangan, terungkap bahwa putusan tersebut ternyata dibeli.
Peran Eks Pejabat MA
Zarof Ricar, mantan pejabat MA yang disebut-sebut sebagai makelar perkara, berperan sebagai penghubung antara Lisa Rachmat dan Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono. Ia juga sempat diinterogasi keras oleh dua hakim dalam sidang sebelumnya karena tetap memperkenalkan Lisa, meskipun sudah tahu bahwa ia dikenal sebagai ‘calo perkara’.
Zarof sendiri kini dituntut 20 tahun penjara karena perannya yang vital dalam jaringan mafia hukum ini.
Hukum Diperjualbelikan
Lisa dinilai melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a, juncto Pasal 18 dan Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 KUHP. Selain hukuman badan, jaksa juga menuntut Lisa membayar denda Rp 750 juta, dengan tambahan 6 bulan kurungan jika tidak dibayar.
Publik kini menyaksikan bagaimana satu kasus pembunuhan ternyata melibatkan praktik hukum kotor yang melibatkan pengacara, ibu terdakwa, hakim, dan pejabat tinggi lembaga peradilan. Semua demi menyelamatkan nama besar Ronald, putra dari mantan anggota DPR.
Akankah Tuntas?
Skandal ini memperlihatkan betapa sistem hukum mudah dipengaruhi oleh uang dan kuasa, sehingga keadilan jadi tidak pasti. Vonis bebas sering kali bisa diperoleh jika seseorang memiliki cukup dana dan koneksi kuat, menggugurkan prinsip hukum yang adil.
Sumber: Kompas
Baca Juga:
Tanpa Target Juara, Sukorejo FC Bikin Kejutan di Bali 7’s 2025!
Hari Bumi 2025: BKPRMI Galang Aksi Tanam 1 Juta Pohon
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?