Jurnal Pelopor, 3 Maret 2025 – Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) harus bebas dari konflik kepentingan. Sebagai anggota Dewan Penasihat Danantara, SBY menanggapi berbagai kritik yang muncul terkait lembaga yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto ini.
Transparansi dan Akuntabilitas Jadi Kunci
Melalui unggahan di media sosialnya pada 2 Maret 2025, SBY menyampaikan bahwa Danantara harus memiliki tata kelola yang baik, dikelola oleh orang-orang yang kompeten, serta memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Pengelolaan Danantara juga mesti bebas dari konflik kepentingan, ‘politics free’, dan kemajuannya secara berkala diinformasikan kepada masyarakat,” tulis SBY di platform X.
Menurutnya, publik memiliki hak untuk mengetahui bagaimana Danantara dikelola agar kepercayaan masyarakat terhadap badan investasi ini tetap terjaga.
Kritik Publik terhadap Danantara
Sejak diluncurkan pada 24 Februari 2025 di Istana Negara, Danantara mendapat banyak sorotan dari kalangan ekonom, pengamat, hingga politisi. Sebagian pihak khawatir lembaga ini tidak akan membawa manfaat bagi perekonomian nasional dan justru menimbulkan permasalahan baru.
SBY mengakui bahwa ia juga mengamati berbagai tanggapan masyarakat.
“Saya memahami ada kekhawatiran dari sejumlah kalangan terhadap Danantara. Mereka mempertanyakan tata kelola, transparansi, serta potensi konflik kepentingan,” ujarnya.
Niat Baik, Tapi Harus Dibuktikan
Meski demikian, SBY menilai bahwa tujuan awal pembentukan Danantara sebenarnya baik, yakni untuk memperkuat investasi nasional dan meningkatkan perekonomian Indonesia.
“Pandangan saya, sebenarnya niat dan tujuan Presiden Prabowo ini baik,” kata SBY.
Namun, ia menekankan bahwa kepercayaan publik harus dijaga dengan pengelolaan yang benar.
SBY juga mengingatkan bahwa kritik dari masyarakat sebaiknya tidak dianggap sebagai penolakan semata.
“Kritik yang ada justru menunjukkan kepedulian masyarakat. Artinya, mereka ingin Danantara benar-benar berhasil dan mencapai tujuannya,” tambahnya.
Dampak terhadap Kepercayaan Publik
Seiring dengan berbagai kritik yang muncul, kepercayaan publik terhadap Danantara pun dipertanyakan. Bahkan, sempat muncul seruan di media sosial untuk menarik dana dari bank-bank milik negara (Himbara) sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini.
Beberapa nasabah mengaku telah memindahkan dana mereka ke bank swasta karena ketidakpastian terhadap pengelolaan keuangan negara di bawah Danantara.
“Seruan tarik uang dari bank BUMN muncul bahkan sebelum Danantara resmi beroperasi. Public trust sudah minus sebelum start,” cuit seorang pengguna media sosial di platform X.
Struktur Pengelola dan Potensi Konflik Kepentingan
Danantara dipimpin oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani sebagai CEO, Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria sebagai COO, serta Wakil Presiden Direktur PT Toba Bara Sejahtra Tbk Pandu Sjahrir sebagai CIO.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti struktur kepengurusan ini. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai adanya potensi konflik kepentingan karena sejumlah pejabat publik merangkap jabatan di Danantara.
“Minimal pejabat publiknya bisa mengundurkan diri dari kementerian terkait. Itu bisa meningkatkan kepercayaan investor,” ujar Andry.
Menurutnya, jika pejabat aktif tetap memegang jabatan di Danantara, akuntabilitas lembaga ini bisa dipertanyakan.
Tantangan Besar bagi Danantara
Keberadaan Danantara diharapkan mampu meningkatkan investasi nasional, namun tantangan dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan independensi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
Ke depan, Danantara harus mampu membuktikan bahwa kekhawatiran masyarakat tidak beralasan dan bahwa lembaga ini benar-benar membawa manfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Yang dibutuhkan bukan sekadar janji, tetapi bukti nyata bahwa Danantara bisa berjalan sesuai tujuan awalnya,” pungkas SBY.
Sumber: Tempo.com