• About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
Jurnal Pelopor | Pelopor Berita Terdepan dan Terpercaya
Advertisement
  • Beranda
  • Nasional
  • Lokal Daerah
  • Redaksi
  • Olahraga
  • Opini
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Nasional
  • Lokal Daerah
  • Redaksi
  • Olahraga
  • Opini
No Result
View All Result
Jurnal Pelopor | Pelopor Berita Terdepan dan Terpercaya
No Result
View All Result
Home Nasional

PPN 12%: Polemik di Balik Perjuangan Aspirasi Publik

Kasus Rieke Diah Pitaloka menjadi perhatian publik, dengan sikap kritisnya diperdebatkan sebagai tindakan tidak etis.

Achmad Rizal by Achmad Rizal
02/01/2025
in Nasional
0
PPN 12%: Polemik di Balik Perjuangan Aspirasi Publik

Rieke Diah Pitaloka. Foto: Tangkapan Layar.

0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta – Kasus yang menimpa anggota DPR RI dari PDIP, Rieke Diah Pitaloka, kini menjadi sorotan publik. Sebagai tindak lanjut, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menerima laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Rieke setelah ia secara tegas menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Oleh karena itu, kasus ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah anggota DPR yang menyuarakan aspirasi rakyat harus menerima hukuman pidana?

Peran Rieke Sebagai Pengusung Aspirasi

Rieke dikenal sebagai anggota DPR yang vokal dalam menyuarakan isu-isu yang dianggap merugikan masyarakat. Selain itu, melalui media sosial, ia mengajak publik untuk bersama-sama menolak kenaikan PPN yang dinilai memberatkan rakyat. Lebih lanjut, dalam salah satu unggahannya, Rieke menyatakan niatnya untuk menginterupsi rapat paripurna guna menyuarakan penolakan tersebut.

“Yuk kita berjuang bareng. Nih mau paripurna, mudah-mudahan nanti ada kesempatan interupsi, kita perjuangkan penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen,” kata Rieke sebelum rapat dimulai di kompleks parlemen, Senayan, pada Kamis, 5 Desember 2024.

Rieke membubuhi dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN12% pada video tersebut.

Namun, langkah ini akhirnya berujung pada pelaporan oleh Alfadjri Aditia Prayoga, yang menuding Rieke memprovokasi publik untuk menolak kebijakan pemerintah. Di sisi lain, Alfadjri juga menilai laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap anggota dewan yang menjalankan fungsi pengawasan

Tanggapan dan Kritik

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya penghargaan terhadap peran kritis anggota DPR.

“Sikap kritis yang seharusnya diapresiasi tak layak dianggap sebagai perbuatan tidak etik,” ujar Lucius.

Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, juga mengkritik langkah MKD. Menurutnya, pelaporan terhadap Rieke bisa berdampak buruk pada kepercayaan publik terhadap DPR.

“Apa yang dilakukan MKD akan berdampak kepada daya kritis anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR,” katanya.

Respons Rieke Diah Pitaloka

Rieke menegaskan bahwa tindakannya merupakan bagian dari tugas seorang anggota dewan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat saat menanggapi laporan tersebut. Ia meminta MKD untuk memberikan informasi terverifikasi terkait aduan yang tersebut, termasuk kerugian akibat unggahannya.

Rieke menekankan bahwa kritiknya terhadap kenaikan PPN bukanlah bentuk provokasi, melainkan upaya memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.

Mengapa Ini Penting?

Kasus Rieke Diah Pitaloka kini menjadi simbol dari dilema antara etika politik dan kebebasan anggota parlemen dalam menjalankan tugasnya. Lebih jauh, ketika pihak yang mengusung aspirasi masyarakat menghadapi pemidanaan atau persoalan hukum, hal ini dapat menciptakan efek jera bagi anggota DPR lain yang berencana bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR seharusnya mendukung anggotanya untuk bersikap kritis. Kasus ini menegaskan perlunya perlindungan bagi anggota dewan yang menyuarakan kepentingan rakyat, agar fungsi pengawasan terhadap pemerintah tetap berjalan dengan baik.

Apakah menyuarakan aspirasi rakyat kini menghadapi ancaman pelanggaran etik sebagai konsekuensinya? Pertanyaan ini layak menjadi refleksi bagi semua pihak.

 

 

 

 

Sumber: Tempo.com

Previous Post

Studi Inggris Ungkap Ancaman AI bagi Ekonomi dan Tenaga Kerja

Next Post

Operasi Lilin Jaya 2024 Ditutup, Polri Angka Kecelakaan Nataru Turun Drastis 17%!

Achmad Rizal

Achmad Rizal

Related Posts

sadewo
Nasional

Sadewo Terancam Lengser? DPRD Baru Gerak Bentuk Pansus

14/08/2025
musik
Nasional

DPR Soal Royalti Musik: Bayar Itu Kewajiban, Bukan Pilihan

14/08/2025
bappisus
Nasional

Bappisus Dipanggil Prabowo, Birokrasi Diminta Lebih Cepat

13/08/2025
bekasi
Nasional

Rumah di Bekasi Diserbu, Pemilik Dikeroyok Puluhan Orang

13/08/2025
papua
Nasional

Sarmi Papua Diguncang Gempa M6,3, BMKG Beberkan Pemicu

13/08/2025
Gila Murah! Token Listrik PLN Rp 99 di ShopeePay, Cek Jadwalnya
Nasional

Gila Murah! Token Listrik PLN Rp 99 di ShopeePay, Cek Jadwalnya

13/08/2025
Next Post
Operasi Lilin Jaya 2024 Ditutup, Polri Angka Kecelakaan Nataru Turun Drastis 17%!

Operasi Lilin Jaya 2024 Ditutup, Polri Angka Kecelakaan Nataru Turun Drastis 17%!

Jurnal Pelopor | Pelopor Berita Terdepan dan Terpercaya

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Navigate Site

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Us

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Nasional
  • Lokal Daerah
  • Redaksi
  • Olahraga
  • Opini

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.