Jurnal Pelopor – Polemik penunjukan warga negara asing (WNA) sebagai direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat setelah dua ekspatriat resmi menempati posisi penting di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Pakar hukum menilai, celah dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang BUMN memungkinkan hal itu terjadi.
Dua WNA Duduki Kursi Strategis di Garuda Indonesia
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia yang digelar Rabu (15/10) menetapkan dua nama asing sebagai jajaran direksi baru. Mereka adalah Neil Raymond Nills sebagai Direktur Transformasi dan Balagopal Kunduvara sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko.
Penunjukan ini menimbulkan kontroversi publik karena menyentuh isu sensitif: bolehkah WNA memimpin perusahaan milik negara? Banyak pihak menilai langkah ini melanggar semangat nasionalisme ekonomi. Namun, pemerintah menyebutnya sah menurut regulasi yang berlaku.
Pasal 15A Jadi Dasar Celah Hukum
Managing Partner DNP Law Firm Febri Diansyah menjelaskan, secara prinsip, UU BUMN memang mensyaratkan bahwa direksi harus berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Pasal 15A ayat (1) huruf a.
Namun, kata Febri, dalam Pasal 15A ayat (3) terdapat klausul yang memberi ruang bagi Badan Pengaturan (BP) BUMN untuk menetapkan syarat berbeda.
“Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat ditentukan lain oleh BP BUMN,” bunyi pasal tersebut.
Menurut Febri, inilah celah hukum yang memungkinkan seorang WNA duduk di kursi direksi BUMN. “Secara tekstual, BP BUMN punya kewenangan untuk mengatur berbeda, termasuk soal kewarganegaraan,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Jumat (17/10).
Meski demikian, ia menekankan pentingnya transparansi dan regulasi tertulis agar publik tidak salah paham terhadap penerapan pasal tersebut. “Harus ada kejelasan dan pengawasan, karena direksi BUMN juga termasuk penyelenggara negara,” tegasnya.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Tetap Berlaku bagi WNA
Febri juga mengingatkan bahwa jika seorang WNA menjadi direksi BUMN, maka mereka tetap wajib tunduk pada hukum Indonesia, termasuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“WNA yang menjabat direksi BUMN tetap wajib lapor LHKPN, tunduk pada aturan hukum Indonesia, dan bisa dipidana bila melakukan tindak korupsi,” jelasnya.
Ia menilai, kebijakan ini seharusnya diharmonisasikan dengan aturan lain agar tidak tumpang tindih dan tidak membuka peluang penyalahgunaan wewenang di masa depan.
Pemerintah dan Istana: “Kita Butuh Kompetensi Terbaik”
Menanggapi polemik ini, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penempatan WNA di posisi direksi tidak menyalahi aturan. Ia menilai, Indonesia perlu membuka diri terhadap tenaga ahli asing yang memiliki kompetensi global.
“Kalau WNI mampu, ya kita dorong. Tapi kalau kita membutuhkan skill dari WNA yang kompeten, kenapa tidak?” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah ingin memastikan bahwa BUMN, khususnya di sektor strategis seperti penerbangan, mineral, dan energi, dipimpin oleh sosok yang paling mumpuni tanpa memandang kewarganegaraan.
Prabowo: “Ekspatriat Bisa Pimpin BUMN”
Presiden Prabowo Subianto bahkan mengonfirmasi bahwa ia telah mengubah regulasi untuk memungkinkan ekspatriat memimpin BUMN. Dalam pertemuan dengan Chairman Forbes, Steve Forbes, di Jakarta, Prabowo menegaskan bahwa langkah ini bagian dari upaya meningkatkan standar internasional dalam tata kelola BUMN.
“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita,” ujar Prabowo.
Menurutnya, pembukaan kesempatan bagi WNA bukan bentuk pelemahan nasionalisme, tetapi strategi mempercepat modernisasi dan efisiensi perusahaan milik negara agar mampu bersaing di kancah global.
Perdebatan Belum Usai
Meski pemerintah berdalih soal efisiensi dan kompetensi, banyak kalangan menilai kebijakan ini rawan disalahgunakan. Tanpa regulasi yang tegas dan pengawasan ketat, kehadiran WNA di pucuk pimpinan BUMN bisa menimbulkan persoalan baru soal kedaulatan ekonomi dan akuntabilitas publik.
Apakah langkah ini akan membawa BUMN Indonesia lebih profesional, atau justru membuka pintu bagi kepentingan asing? Publik kini menunggu tindak lanjut konkret dari BP BUMN dan pemerintah untuk memastikan kebijakan ini tidak menabrak prinsip dasar kedaulatan ekonomi nasional.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: