Jurnal Pelopor – Allianz Arena di München akan menjadi saksi bisu duel dua raksasa Eropa pada Minggu (1/6/2025) mendatang. Inter Milan dan Paris Saint-Germain akan saling bentrok di partai puncak Liga Champions musim ini. Namun bagi Inter, pertandingan ini bukan sekadar final, ini adalah momen pembuktian, pelampiasan dendam, dan perhitungan yang tertunda selama dua tahun.
Kilasan Luka: Final 2023 yang Masih Membekas
Musim 2022/2023 masih menjadi bayang-bayang kelam dalam sejarah Inter Milan. Di final saat itu, Nerazzurri tampil solid, disiplin, dan berani menghadapi Manchester City. Namun, semuanya sirna lewat satu momen: gol Rodri di babak kedua. Inter pulang dengan kepala tertunduk. Kesempatan meraih gelar keempat di Liga Champions lenyap di ujung asa.
Pelatih Simone Inzaghi menyebut kekalahan itu sebagai pelajaran berharga, dan klub bergerak cepat memperkuat skuad. Mereka mendatangkan pemain berkelas dan memperpanjang kontrak pilar kunci. Mentalitas dan ambisi diperbaiki, dan musim ini, mereka kembali ke titik tertinggi: final Liga Champions.
Misi Balas Dendam: Energi dari Masa Lalu
Inter datang ke final ini dengan tekad membara. Pemain-pemain yang dulu merasakan pahitnya kekalahan di 2023, kini menjadikan trauma itu sebagai motivasi terbesar mereka. Benjamin Pavard, meski baru semusim berseragam biru-hitam, mengaku bisa merasakan aura pembalasan itu di ruang ganti.
“Kekalahan di Istanbul dua tahun lalu meninggalkan luka. Para pemain tak ingin mengulangnya. Mereka lebih kuat secara mental sekarang. Ini bisa jadi kesempatan terakhir bagi beberapa dari mereka,” ujar Pavard, dikutip dari Football Italia.
Nama-nama seperti Francesco Acerbi (37), Henrikh Mkhitaryan (36), Yann Sommer (36), dan Matteo Darmian (35) disebut-sebut menjadikan final ini sebagai panggung terakhir mereka di level tertinggi Eropa. Semua ingin menutup karier mereka dengan kepala tegak, membawa pulang trofi “Si Kuping Besar” ke kota Milan.
PSG Siap Ganggu Mimpi
Namun lawan mereka kali ini bukan tim sembarangan. PSG datang dengan tekad yang tak kalah kuat. Klub asal Prancis itu juga mengincar gelar Liga Champions pertama mereka, setelah gagal di beberapa kesempatan.
Di atas kertas, duel ini akan berlangsung ketat. Inter dikenal dengan kekompakan dan soliditas pertahanan, sedangkan PSG lebih eksplosif dalam menyerang. Ini bukan hanya pertarungan dua klub besar, tetapi juga dua filosofi bermain yang bertolak belakang.
Warisan dan Kebanggaan
Bagi Inter, pertandingan ini adalah tentang lebih dari sekadar gelar. Ini tentang harga diri, sejarah, dan warisan. Mereka ingin mengembalikan kejayaan era Jose Mourinho pada 2010, saat mereka meraih treble winner. Mereka ingin dikenang bukan sebagai tim yang nyaris juara, tetapi sebagai juara sejati.
“Saya bangga dengan perjalanan kami. Kami telah mencapai sesuatu yang luar biasa, dan saya merasa terhormat menjadi bagian dari tim ini,” ucap Pavard.
Kini tinggal satu laga penentu. Satu malam magis di Allianz Arena bisa menghapus semua luka. Inter punya misi pribadi: membalas kekalahan menyakitkan dua tahun lalu dan menuliskannya sebagai kisah kemenangan besar dalam sejarah klub.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Tanpa Target Juara, Sukorejo FC Bikin Kejutan di Bali 7’s 2025!
Hari Bumi 2025: BKPRMI Galang Aksi Tanam 1 Juta Pohon
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?