Jurnal Pelopor – Kelompok kelas menengah di Indonesia semakin terdesak. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah mereka menyusut drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024. Dengan kata lain, sekitar 9,48 juta orang turun kasta ke kelompok rentan atau bahkan miskin.
Penurunan ini juga tercermin dari meningkatnya jumlah kelompok rentan miskin, yang naik dari 54,97 juta orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024. Kondisi ini mencerminkan betapa beratnya tekanan ekonomi bagi masyarakat, yang diperburuk oleh inflasi dan daya beli yang terus melemah.
Transaksi QRIS Merosot, Konsumsi Kelas Menengah Melemah
Salah satu indikator penurunan daya beli kelas menengah terlihat dari transaksi digital, khususnya QRIS. Bank Jatim (BJTM) mencatat tren penurunan transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024. Pada Juni, nominal transaksi QRIS masih mencapai Rp176,30 miliar, tetapi kemudian turun tajam menjadi Rp127,91 miliar di Juli, dan hanya naik sedikit menjadi Rp130,51 miliar di Agustus.
Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, mengungkapkan bahwa meskipun transaksi digital secara keseluruhan masih tumbuh dalam delapan bulan terakhir, penurunan sejak Juni menjadi perhatian serius. Tren ini juga sejalan dengan deflasi inti yang terjadi empat bulan berturut-turut sejak Mei.
Tabungan Menurun, Prioritas Belanja Berubah
Bank Oke Indonesia (OK Bank) melaporkan penurunan tabungan sekitar 12% secara tahunan (year on year) per 4 September 2024. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa menurunnya daya beli membuat masyarakat mengalihkan pengeluaran mereka ke kebutuhan pokok, sementara sektor hiburan dan restoran justru mengalami penurunan transaksi.
Hal serupa juga terjadi di Bank BJB (BJBR). Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mengungkapkan bahwa meskipun jumlah transaksi masih meningkat, nilai transaksi menurun. Ia menjelaskan bahwa dengan nominal yang sama, masyarakat kini hanya mampu membeli lebih sedikit barang dibandingkan sebelumnya.
“Dulu dengan Rp100 ribu bisa membeli 10 barang, sekarang hanya cukup untuk 8-9 barang saja. Ini menunjukkan inflasi telah menekan daya beli masyarakat,” kata Yuddy.
Kredit Konsumsi Terpukul, KPR dan KKB Masih Bertahan
Bank Central Asia (BCA), sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, juga merasakan dampak dari penurunan kelas menengah. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengakui bahwa kredit retail menjadi sektor yang paling terpukul.
“So far kredit retail yang lebih berat,” ujar Jahja.
Namun, ia menambahkan bahwa kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) masih tumbuh karena suku bunga yang relatif rendah. Ini menunjukkan bahwa meskipun konsumsi harian melemah, permintaan terhadap kredit jangka panjang masih bertahan.
Dampak Besar terhadap Perekonomian
Penurunan kelas menengah berpotensi memperlambat perekonomian nasional. Sebagai penggerak utama konsumsi domestik, melemahnya daya beli mereka dapat berimbas pada banyak sektor. Oleh karena itu, pemerintah dan industri keuangan perlu segera merumuskan strategi untuk mengangkat kembali daya beli masyarakat agar kelas menengah tidak semakin terpuruk.
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga:
Revisi UU TNI Disorot Media Asing, Bangkitnya Dwifungsi ABRI?
Mahasiswa Kotawaringin Timur Tuntut Pencabutan UU TNI
Saksikan berita lainnya: