Jurnal Pelopor – Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru yang akan berdampak langsung pada jutaan pelapak online di Indonesia. Platform e-commerce seperti Shopee, TikTok Shop, Tokopedia, dan lainnya akan ditugaskan memungut pajak langsung dari para penjual. Kebijakan ini digadang-gadang sebagai solusi untuk memperkuat penerimaan negara sekaligus menciptakan kesetaraan antara toko online dan toko fisik.
Pajak UMKM 0,5% Lewat Marketplace
Dalam draf kebijakan tersebut, pelapak dengan omzet tahunan Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar akan dikenai pajak sebesar 0,5% dari total pendapatan (PPh Final). Berbeda dari sebelumnya, pemotongan pajak kini tidak lagi dilakukan secara mandiri oleh pelapak, melainkan langsung oleh platform e-commerce yang menjadi tempat berjualannya.
Langkah ini sejatinya bukan bentuk pajak baru, melainkan pengalihan mekanisme dari pembayaran mandiri menjadi sistem pemungutan oleh pihak ketiga, yaitu marketplace. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pendekatan ini dianggap lebih efisien, transparan, dan mendorong kepatuhan.
Alasan di Balik Kebijakan Ini
Ada beberapa alasan mendasar mengapa kebijakan ini muncul:
- Menutup celah shadow economy yang selama ini sulit diawasi dari sektor perdagangan online.
- Meningkatkan penerimaan negara, terutama setelah pendapatan pajak turun 11,4% pada periode Januari–Mei 2025.
- Menjamin keadilan pajak antara penjual online dan toko offline yang selama ini merasa terbebani oleh kewajiban fiskal lebih berat.
Selain itu, sektor e-commerce terus berkembang pesat. Laporan Google dan Temasek memperkirakan nilai transaksi bruto (GMV) e-commerce Indonesia bisa mencapai USD 150 miliar pada 2030. Potensi pajaknya jelas tidak bisa diabaikan.
Tantangan bagi Platform dan Pelapak
Meski bertujuan baik, kebijakan ini menimbulkan sejumlah tantangan:
- Platform harus menyesuaikan sistem teknis dan akuntansi untuk memungut serta menyetorkan pajak tepat waktu.
- Para pelapak, terutama UMKM, mungkin akan bingung atau merasa terbebani karena harus memahami aturan baru.
- Jika tidak disosialisasikan dengan baik, bisa memicu eksodus pelapak kecil ke luar platform.
Tokopedia dan TikTok Shop menyatakan dukungan, tetapi menekankan pentingnya masa transisi yang cukup, edukasi masif, dan kolaborasi intensif dengan DJP. Mereka juga berharap kebijakan ini tidak menurunkan semangat pelaku UMKM digital untuk tumbuh.
Respons Pengusaha dan Ekonom
Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menyambut baik rencana ini asal dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Ia menekankan pentingnya dukungan teknis dan komunikasi yang jelas agar pelaku UMKM tidak merasa “terpaksa” atau bingung menghadapi aturan baru.
Sementara itu, Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyatakan kebijakan ini adil dan tepat sasaran. Ia menilai penjual online dengan omzet miliaran sudah selayaknya dipajaki seperti pelaku usaha offline.
Namun, ia juga mengingatkan agar DJP memastikan data integrasi akurat.
“Jangan sampai pelapak yang sudah bayar pajak dipotong lagi oleh platform,” ujarnya.
Menuju Ekosistem Digital yang Adil?
Secara keseluruhan, kebijakan ini mencerminkan arah baru dalam pengelolaan ekonomi digital Indonesia. Dengan penerapan sistem pajak yang adil dan terintegrasi, diharapkan seluruh pelaku usaha baik online maupun offline berada di level permainan yang setara.
Namun kunci keberhasilannya terletak pada:
- transparansi regulasi,
- kesiapan sistem platform,
- dan kesadaran pelaku usaha bahwa membayar pajak adalah bagian dari kontribusi terhadap pembangunan nasional.
Kini, tinggal menunggu: apakah aturan ini akan segera diteken dan bagaimana kesiapan semua pihak menghadapinya?
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: