Jurnal Pelopor – Upaya diplomasi untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Jalur Gaza kembali menemui jalan terjal. Negosiasi tidak langsung antara delegasi Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, yang digelar di Qatar pada Senin (7/7/2025) dikabarkan berakhir buntu. Sumber dari beberapa pejabat Palestina menyebut bahwa delegasi Israel tidak dibekali mandat penuh untuk menyepakati perjanjian, sehingga pertemuan tidak menghasilkan kemajuan signifikan.
Negosiasi Awal Baru Menyentuh Isu Kemanusiaan
Laporan dari koresponden Axios, Barak Ravid, mengungkap bahwa pertemuan perdana itu masih berkutat pada mekanisme penyaluran bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza yang hingga kini berada dalam kondisi kritis. Tidak ada pembahasan konkret mengenai gencatan senjata jangka panjang, apalagi pertukaran sandera yang menjadi poin utama dalam usulan damai dari para mediator internasional.
Sementara itu, otoritas Israel disebut telah mengirimkan delegasi ke Qatar sejak Sabtu lalu dalam skema proximity talks atau pembicaraan tidak langsung yang dimediasi oleh pihak ketiga, namun dengan hasil yang masih minim.
Hamas Sudah Siap Berdialog, Israel Dinilai Kurang Serius
Pihak Hamas, melalui beberapa pernyataan sebelumnya, menyatakan telah memberikan respon positif terhadap usulan gencatan senjata 60 hari yang dirancang oleh Mesir, Qatar, dan PBB. Hamas menyebut bahwa pihaknya siap memasuki tahap perundingan lebih lanjut sepanjang usulan tersebut mencakup pembebasan sandera dan penghentian operasi militer Israel di Gaza.
Namun, menurut laporan yang dikutip dari Sputnik dan Antara, sikap Israel belum mencerminkan keseriusan penuh.
“Delegasi Israel datang tanpa otoritas yang memadai untuk mengambil keputusan,” ujar salah satu pejabat Palestina yang ikut mengamati jalannya negosiasi.
Netanyahu Temui Trump di Washington, Bahas Gaza
Di saat bersamaan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan kunjungan penting ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden Donald Trump. Pertemuan ini merupakan yang ketiga kalinya dalam enam bulan terakhir, menandakan pentingnya peran AS dalam skenario perdamaian kawasan.
Netanyahu mengisyaratkan bahwa pertemuan tersebut akan fokus pada proposal baru gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan yang saat ini masih mandek. Dalam pernyataan yang dikutip Yedioth Ahronoth, Netanyahu menyampaikan,
“Saya mengirim tim negosiasi dengan instruksi yang jelas, dan pembicaraan saya dengan Presiden Trump diharapkan bisa mendorong kemajuan.”
Mesir dan Mediator Regional Dorong Kesepakatan
Mesir, sebagai salah satu pemain penting dalam mediasi, terus menekan kedua belah pihak agar menyepakati gencatan senjata setidaknya selama 60 hari. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menegaskan bahwa negara-negara mediator bekerja keras untuk mewujudkan ruang aman negosiasi, yang memungkinkan pembebasan sandera dan pengiriman bantuan tanpa gangguan militer.
Dukungan terhadap upaya ini juga datang dari PBB dan Qatar, yang berharap bahwa negosiasi Qatar bisa menjadi titik awal rekonsiliasi dan meredakan tensi yang telah menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina sejak konflik terakhir meletus.
Kesimpulan: Harapan Damai Masih di Ujung Tanduk
Meskipun harapan untuk perdamaian tetap ada, kebuntuan pada sesi pertama ini menegaskan bahwa proses negosiasi masih panjang dan penuh tantangan. Keengganan Israel memberi mandat penuh ke tim delegasi menimbulkan kesan bahwa elemen politik domestik dan tekanan internasional masih menghambat langkah konkret menuju gencatan senjata yang efektif.
Kini, perhatian dunia tertuju pada pertemuan Netanyahu dan Trump di Washington. Apakah tekanan dari sekutu utama akan melunakkan posisi Israel? Ataukah, kebuntuan ini justru akan memperpanjang penderitaan rakyat Gaza yang kini hidup dalam krisis kemanusiaan?
Sumber: Tempo.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: