Jurnal Pelopor – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah nasional Indonesia bukanlah hal yang tabu. Justru, menurutnya, sejarah adalah ruang terbuka yang harus terus diperbarui dan bisa diperdebatkan secara akademis.
“Tidak ada yang kita tutup-tutupi di dalam sejarah kita. Sangat bisa diperdebatkan,” ujar Fadli dalam Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (25/7/2025).
Sejarah Tak Boleh Diam: 26 Tahun Tak Diperbarui
Fadli menyoroti fakta bahwa sejarah nasional terakhir kali ditulis ulang 26 tahun lalu, sehingga sudah waktunya dilakukan pembaruan agar relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan konteks sosial saat ini.
“Saya justru menganggap ini terlalu lambat. Masa selama 26 tahun kita tidak menulis ulang sejarah kita?” tegasnya.
Menurutnya, setiap titik perjuangan bangsa harus didokumentasikan. Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan identitas dan arah pijakan bangsa ke depan.
Bukan untuk Aktivis, tapi Ahli
Fadli juga menjawab kritik yang menilai penulisan ulang sejarah bisa ditunggangi kepentingan politik.
“Sejarah harus ditulis oleh sejarawan, bukan oleh aktivis. Kalau ditulis aktivis, ya pasti beda nuansanya,” ucapnya.
Ia memastikan bahwa penulisan ini melibatkan 112 sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, dengan pendekatan akademik yang ketat. Targetnya, buku sejarah nasional versi terbaru ini akan selesai pada 17 Agustus 2025—sebagai kado untuk 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Harapan untuk Generasi Muda
Politikus Partai Gerindra ini juga menyampaikan bahwa tujuan utama dari proyek ini adalah meningkatkan kesadaran sejarah di kalangan generasi muda, khususnya Gen Z dan Gen Alpha.
“Mudah-mudahan nanti ke depan, kesadaran sejarah generasi muda kita makin tinggi,” harap Fadli.
Penulisan ulang sejarah bukan semata-mata menulis ulang narasi, tapi juga memperbaiki kekosongan, merangkul sudut pandang baru, dan mendekatkan sejarah pada realitas kekinian.
Kesimpulan:
Proyek penulisan ulang sejarah nasional bukan untuk menciptakan versi baru atas kebenaran, tapi memastikan sejarah terus hidup dan bisa dikritisi. Fadli Zon mengajak semua pihak melihat sejarah sebagai ruang diskusi, bukan dogma yang tak bisa disentuh.
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: