Lombok, NTB – Proses evakuasi jenazah Juliana De Souza Pereira Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, menjadi salah satu operasi penyelamatan paling kompleks dan emosional yang pernah terjadi di kawasan pegunungan Indonesia. Dimulai dari laporan hilangnya korban pada Sabtu, 21 Juni 2025, hingga berhasilnya evakuasi jenazah pada Rabu, 25 Juni 2025, upaya ini berlangsung selama lima hari dan melibatkan berbagai unsur gabungan dengan risiko tinggi.
Hari Pertama: Laporan Hilang dan Dugaan Jatuh
Kejadian bermula pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025, ketika Juliana dilaporkan terakhir terlihat di titik Cemara Nunggal, sebuah jalur sempit di sisi timur Gunung Rinjani yang terkenal ekstrem. Ia kelelahan dan memilih beristirahat. Rombongan dan pemandu melanjutkan perjalanan ke puncak, meninggalkan Juliana sendirian. Saat kembali turun, pemandu mendapati Juliana sudah tidak berada di tempat.
Dari titik tersebut, terlihat cahaya senter di dasar jurang yang mengarah ke Danau Segara Anak. Pemandu menduga kuat bahwa Juliana terjatuh. Laporan resmi segera disampaikan ke otoritas terkait, dan operasi pencarian dimulai pada hari yang sama. Namun, medan yang curam dan berbatu membuat pencarian langsung ke lokasi diduga jatuhnya korban sangat berisiko dilakukan saat itu juga.
Hari Kedua: Medan Menghalangi Akses Langsung
Minggu, 22 Juni, tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas Mataram, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), SAR Lombok Timur, Polsek Sembalun, Emergency Medical Hikers Community (EMHC), serta relawan dari Lorax, Porter lokal, dan komunitas Rinjani Squad mulai menyusun strategi pencarian.
Sayangnya, upaya pencarian melalui jalur darat tidak berhasil menjangkau titik jatuhnya korban karena medan yang sangat curam, licin, dan rawan longsor. Dan upaya pengintaian dari udara juga terkendala oleh kabut tebal dan angin kencang yang menyelimuti area. Akhirnya Drone diterbangkan, tetapi tidak mampu menembus kabut dan hanya merekam sebagian area.
Hari Ketiga: Drone Thermal Temukan Juliana dalam Keadaan Hidup
Harapan kembali muncul pada Senin, 23 Juni 2025, ketika drone thermal yang diterbangkan tim SAR berhasil menangkap gambar Juliana dalam kondisi duduk dengan luka terbuka di tubuhnya. Dalam rekaman itu, Juliana tampak masih hidup dan menyadari kehadiran drone. Video tersebut dengan cepat menyebar ke media sosial dan media Brasil, memunculkan gelombang harapan dari keluarga dan publik.
Namun, akses menuju korban tetap tertutup oleh medan ekstrem. Titik jatuhnya Juliana berada di jurang dengan kedalaman sekitar 600 meter, bertepian batu terjal, pasir rapuh, dan dikelilingi semak lebat. Tim SAR harus menghitung risiko evakuasi, mengingat nyawa anggota penyelamat juga menjadi pertaruhan.
Hari Keempat: Juliana Ditemukan Tak Bernyawa
Setelah melakukan pemetaan jalur, pada Selasa sore, 24 Juni 2025 pukul 18.00 WITA, seorang anggota tim SAR berhasil menjangkau lokasi korban secara langsung. Harapan untuk menemukan Juliana dalam kondisi hidup akhirnya pupus. Tim menyatakan bahwa Juliana telah meninggal dunia, diduga karena luka dalam, hipotermia, atau kombinasi keduanya. Tubuhnya ditemukan di posisi duduk bersandar, tak lagi merespons.
Menyusul penemuan jenazah, sebanyak 7 personel SAR melakukan “flying camp”, yaitu bermalam di area yang sangat terbatas dan berbahaya demi mempersiapkan proses pengangkatan jenazah. Tiga orang ditempatkan di anchor point kedua (kedalaman 400 meter), sementara empat lainnya berada tepat di sisi jenazah (kedalaman 600 meter). Tim mengamankan jenazah dan peralatan lifting untuk pengangkatan ke atas.
Hari Kelima: Evakuasi Berhasil Dilakukan
Proses evakuasi jenazah dimulai pada Rabu, 25 Juni pukul 06.00 WITA. Tim SAR mengangkat jenazah Juliana menggunakan tali, sistem pulley, dan tandu khusus medan vertikal, melewati medan yang berbahaya secara bertahap. Evakuasi ini memakan waktu berjam-jam karena setiap langkah harus dilakukan dengan presisi dan kehati-hatian tinggi.
Pada siang harinya, jenazah berhasil dibawa ke Resort Sembalun, titik logistik dan koordinasi pendakian Rinjani. Dari sana, jenazah Juliana diterbangkan menggunakan helikopter ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB di Mataram untuk dilakukan autopsi dan identifikasi resmi oleh tim forensik.
Penutup: Pelajaran dari Evakuasi Rinjani
Operasi evakuasi Juliana Marins meninggalkan duka dan pembelajaran penting. Meskipun banyak kritik terhadap kecepatan tim SAR, faktanya medan, cuaca, dan keselamatan petugas menjadi tantangan besar dalam operasi ini. Proses ini membuktikan bahwa dalam penyelamatan di alam liar, kecepatan harus berimbang dengan kehati-hatian.
Juliana datang ke Rinjani dengan semangat mengejar puncak, namun yang ia temui adalah akhir dari perjalanan hidupnya. Indonesia kini mengenang sosoknya sebagai simbol keberanian, dan tragedinya menjadi refleksi penting bagi sistem keamanan wisata petualangan di negeri ini.
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: