Jurnal Pelopor – Pencalonan mantan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sebagai hakim agung menuai penolakan keras. Salah satu penentang paling vokal datang dari mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap.
Dalam pernyataannya pada Rabu (16/4/2025), Yudi menegaskan bahwa rekam jejak buruk Ghufron selama menjabat di KPK menjadi alasan utama penolakannya.
“Menolak dengan tegas pencalonan Nurul Ghufron karena rekam jejaknya selama di KPK pernah melanggar etik dan juga kondisi KPK yang prestasinya menurun,” tegas Yudi.
Dinilai Banyak Menimbulkan Masalah di Era Firli Cs
Yudi menyebut masa kepemimpinan Ghufron di KPK, terutama bersama Firli Bahuri dan kolega, justru menjadi periode yang sarat kontroversi.
“Banyak bermasalah terjadi di masa dia memimpin KPK bersama Firli Bahuri dan kawan-kawan,” katanya.
Ia pun mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk mengambil sikap tegas. Yudi menilai pencalonan Ghufron tidak sesuai dengan semangat perbaikan dunia peradilan yang kini tengah babak belur karena kasus korupsi yang melibatkan hakim.
“Komisi Yudisial harus berani tegas mencoret Nurul Ghufron,” ujarnya.
Ghufron Lolos Seleksi Administrasi Calon Hakim Agung
Sebagai informasi, Nurul Ghufron telah di nyatakan lolos seleksi administrasi sebagai calon hakim agung kamar pidana tahun 2025. Namanya termasuk dalam 69 peserta yang di umumkan Komisi Yudisial (KY) berdasarkan surat bernomor 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025.
“Setelah melakukan penelitian/verifikasi terhadap berkas administrasi, dengan ini Komisi Yudisial mengumumkan nama-nama calon hakim agung yang memenuhi persyaratan,” tulis KY dalam keterangannya.
Pernah Dinyatakan Melanggar Etik oleh Dewas KPK
Nama Ghufron sebelumnya sempat menjadi sorotan publik usai Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi etik sedang padanya.
“Menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” ujar Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam putusan yang dibacakan pada Jumat (6/9/2024).
Meski tidak terbukti melakukan intervensi langsung pada perkara korupsi di Kementan, Dewas menilai Ghufron tetap melanggar aturan karena menghubungi pejabat Kementan terkait mutasi ASN bernama Andi Dwi Mandasari.
Catatan Publik: Kredibilitas Dipertaruhkan
Polemik pencalonan Ghufron ini menunjukkan bahwa proses seleksi hakim agung tidak bisa di lepaskan dari kredibilitas dan integritas calon. Banyak pihak berharap Komisi Yudisial benar-benar selektif, mengingat maraknya kasus korupsi di sektor peradilan.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Utang RI Rp 250 T, Sri Mulyani: Bukan Karena Tak Punya Uang!
Tarif Trump Bikin Harga Kopi hingga Skincare Melonjak di AS
Saksikan berita lainnya: