Jurnal Pelopor – Ekonomi Indonesia sedang diuji. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai indikator memperlihatkan sinyal perlambatan yang tak bisa diabaikan. Mulai dari sektor industri, perdagangan, tenaga kerja, hingga perbankan, semua menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Berikut ini sembilan tanda bahaya yang sedang dihadapi perekonomian nasional.
1. PMI Manufaktur Kembali Kontraksi
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Mei 2025 tercatat di angka 47,4 — menandakan kontraksi dua bulan berturut-turut. Aktivitas produksi dan pesanan baru terus melemah. Ini menjadi tanda bahwa industri dalam negeri sedang mengalami tekanan besar, dan pemulihan masih jauh dari harapan.
2. Deflasi Berulang Sepanjang Tahun
Mei 2025 mencatatkan deflasi sebesar 0,37%. Ini adalah deflasi ketiga dalam lima bulan terakhir. Turunnya harga bahan makanan seperti cabai, bawang, dan ayam ras menunjukkan lemahnya permintaan. Jika deflasi terus terjadi, ini bisa menandakan daya beli masyarakat yang makin menurun, bukan karena harga terkendali, tetapi karena konsumsi yang lesu.
3. PDB Kuartal I Gagal Tembus 5%
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87% (year-on-year). Padahal, ada momen Ramadan yang biasanya mendorong konsumsi. Namun, kenyataannya, ekonomi tetap lesu dan konsumsi rumah tangga belum bisa menjadi penggerak utama pertumbuhan.
4. Surplus Dagang Menyusut Tajam
Meski neraca perdagangan masih mencatat surplus, nilainya makin kecil. April 2025 hanya surplus US$150 juta, jauh menurun dari Maret yang mencapai US$4,3 miliar. Ini menjadi surplus terendah dalam lima tahun terakhir. Jika tren ini berlanjut, stabilitas rupiah dan cadangan devisa bisa terancam.
5. Nilai Ekspor Turun, Sinyal Bahaya dari Luar Negeri
Ekspor Indonesia pada April 2025 turun menjadi US$20,74 miliar, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada ekspor migas maupun nonmigas. Penurunan ini bisa berdampak pada penerimaan negara, industri ekspor, dan lapangan kerja.
6. PHK Besar-besaran Semakin Meluas
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat lebih dari 73.000 pekerja terkena PHK dalam tiga bulan pertama 2025. Industri padat karya paling terdampak. PHK massal menurunkan daya beli, menaikkan angka pengangguran, dan mengganggu stabilitas sosial.
7. Jumlah Pengangguran Naik Lagi
Per Februari 2025, jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang, naik 83 ribu dari tahun sebelumnya. Meski persentasenya menurun karena jumlah angkatan kerja bertambah, namun jumlah absolut pengangguran yang meningkat tetap menjadi alarm bagi pemerintah.
8. Kredit Perbankan Mulai Melambat
Pertumbuhan kredit perbankan hanya 8,88% secara tahunan hingga April 2025. Bank-bank mulai berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman. Hal ini bisa memperlambat ekspansi dunia usaha, serta mengurangi konsumsi masyarakat yang bergantung pada kredit seperti KPR dan kendaraan.
9. Laba Bersih Bank Lesu
Empat bank besar Indonesia mencatat total laba bersih Rp57,28 triliun — hanya tumbuh 0,55% dibanding tahun lalu. Lesunya pendapatan bunga dan kenaikan biaya operasional membuat bank lebih hati-hati dalam ekspansi kredit. Ini juga bisa berdampak pada minat investasi di sektor perbankan.
Saatnya Aksi Nyata dari Pemerintah
Sembilan alarm ini tidak bisa dianggap sepele. Pemerintah perlu mengambil langkah cepat dan konkret: stimulus fiskal, perlindungan tenaga kerja, dan insentif bagi sektor produktif. Jika tidak, perlambatan ini bisa berubah menjadi krisis yang lebih besar.
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?