Jurnal Pelopor – Pengadilan militer tinggi Republik Demokratik Kongo menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap mantan Presiden Joseph Kabila. Putusan tersebut diumumkan di Kinhasa pada Rabu (1/10/2025). Kabila dinyatakan bersalah atas tuduhan pengkhianatan, kejahatan perang, konspirasi, dan kerja sama dengan pemberontak M23.
Selain hukuman mati, pengadilan juga memerintahkan Kabila membayar ganti rugi dalam jumlah fantastis, yakni US$29 miliar kepada pemerintah pusat Kongo, ditambah US$2 miliar untuk Provinsi Kivu Utara dan US$2 miliar untuk Provinsi Kivu Selatan.
Saksi Kunci dan Bukti Komunikasi
Selama proses persidangan, jaksa penuntut menghadirkan Eric Nkuba, mantan kepala staf pemimpin pemberontak Corneille Nangga. Nkuba sebelumnya telah divonis bersalah atas tuduhan pemberontakan pada Agustus 2024.
Dalam kesaksiannya, Nkuba menyebut Kabila secara rutin berkomunikasi dengan Nangga melalui sambungan telepon. Percakapan itu diduga membahas strategi untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Felix Tshisekedi, termasuk dukungan kepada pemberontak M23 yang kerap melakukan serangan di wilayah timur Kongo.
Persidangan In Absentia
Menariknya, Kabila diadili secara in absentia sejak Juli lalu karena keberadaannya tidak diketahui. Ia terakhir terlihat di depan publik pada awal 2025. Bahkan, sebelum menghilang, Kabila sempat kembali ke Goma pada April, salah satu kota yang dikuasai kelompok pemberontak.
Hingga kini, belum ada kepastian kapan dan bagaimana eksekusi hukuman mati akan dilakukan, mengingat Kabila masih buron.
Reaksi Politik dan Tuduhan Bermotif Kekuasaan
Partai politik yang dipimpin Kabila mengecam keras putusan ini. Mereka menilai vonis hukuman mati bermuatan politik dan ditujukan untuk menyingkirkan Kabila dari panggung politik nasional.
Sekretaris tetap partai, Emmanuel Ramazani, menyebut putusan tersebut sebagai “keputusan politis yang tidak adil”. Ia menuding pemerintahan saat ini berusaha “menetralisir aktor politik utama” yang masih memiliki pengaruh besar di Kongo.
Tuduhan Keterlibatan dengan Rwanda
Pemerintah Kongo menuduh Kabila menjalin kerja sama dengan Rwanda dan kelompok pemberontak M23 yang didukung negara tersebut. M23 diketahui merebut sejumlah kota penting di wilayah timur Kongo pada Januari lalu, menambah ketidakstabilan keamanan yang sudah kronis di kawasan tersebut.
Jejak Kekuasaan Joseph Kabila
Joseph Kabila naik ke kursi kepresidenan pada tahun 2001 setelah ayahnya, Laurent Kabila, terbunuh. Saat itu usianya baru 29 tahun. Ia memimpin Kongo hingga 2019, termasuk dengan memperpanjang masa jabatannya melalui penundaan pemilu setelah masa jabatan resminya berakhir pada 2017.
Kepemimpinan Kabila penuh kontroversi, mulai dari tuduhan korupsi, represi politik, hingga kegagalannya menghentikan konflik di wilayah timur Kongo. Meski sempat hidup dalam pengasingan, ia kembali ke Kongo awal 2025, sebelum akhirnya kembali menghilang.
Dampak Politik dan Keamanan
Vonis hukuman mati ini diperkirakan akan memperburuk situasi politik di Kongo yang sudah rapuh. Pendukung Kabila bisa saja memobilisasi aksi protes, sementara kelompok pemberontak dapat memanfaatkan ketegangan politik untuk memperluas pengaruh mereka.
Di sisi lain, pemerintahan Tshisekedi kemungkinan akan menghadapi kritik internasional, terutama terkait penggunaan pengadilan militer untuk menjatuhkan hukuman mati kepada mantan presiden.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: