Jurnal Pelopor – Industri otomotif China tengah melesat meninggalkan pesaing global, terutama Amerika Serikat (AS), dalam hal pengembangan kendaraan otonom (AV/automatic vehicles). Namun, pemerintah China kini mulai lebih berhati-hati terhadap kecepatan inovasi ini, menyusul sejumlah insiden fatal yang memunculkan kekhawatiran keselamatan.
Robotaxi Menjamur di China, AS Tertinggal
Di jalanan China, keberadaan robotaxi bukan lagi hal baru. Perusahaan seperti WeRide, Apollo Go, Pony.ai, AutoX, hingga SAIC sudah menjalankan layanan taksi otomatis di berbagai kota. Sebaliknya, di AS, hanya Waymo yang telah mengoperasikan layanan komersial, sedangkan Tesla baru uji coba terbatas di Austin, Texas.
Salah satu faktor utama keunggulan China adalah regulasi yang lebih longgar. Pemerintah mendukung penuh eksplorasi teknologi dengan prinsip “bergerak cepat, namun tetap hati-hati”.
Regulasi Baru Imbas Insiden Xiaomi SU7
Meski inovatif, kecepatan pengembangan AV di China sempat membawa petaka. Insiden mobil Xiaomi SU7 pada Maret 2025, yang menewaskan tiga penumpang, mendorong regulator memperketat aturan. Saat itu, mobil menabrak hanya beberapa detik setelah pengemudi mengambil alih dari sistem bantuan.
Sebagai respons, pemerintah kini melarang istilah pemasaran seperti “pintar” dan “otonom”, serta memperketat kontrol atas fitur asisten pengemudi Level 2. Produsen mobil juga dilarang mengiklankan fitur yang melebihi kemampuan teknisnya.
China Dorong Validasi Level 3, Tapi Tertunda
China menargetkan kendaraan Level 3—yang memungkinkan pengemudi tidak perlu terus menerus mengawasi jalan dalam situasi tertentu—bisa diuji dan disetujui pada 2026. Changan, produsen mobil milik negara, ditunjuk untuk uji validasi pertama pada April 2025. Namun rencana itu ditunda usai kecelakaan Xiaomi.
Kini, pemerintah menggandeng Huawei dan Dongfeng untuk menyusun peraturan baru yang fokus pada monitor kesadaran pengemudi dan pengambilalihan kendali secara aman.
Pasar AV China Jadi Medan Pertarungan Industri
Fitur Level 2 sudah tersebar luas di China. Tesla dan Xiaomi aktif bersaing, sementara BYD bahkan memberikan fitur “God’s Eye” secara gratis. Diperkirakan, 60% mobil baru di China tahun ini sudah berfitur Level 2, menurut firma riset Canalys.
Dengan populasi pengguna mobil yang masif dan semangat inovasi tinggi, AV menjadi ladang pertempuran baru bagi perusahaan otomotif dan teknologi. Namun kini, semua pihak harus menyeimbangkan antara kecepatan inovasi dan keselamatan.
Kesimpulan: Menyalip AS, Tapi Jangan Sampai Terjungkal
Cina kini jelas berada di depan dalam perlombaan mobil tanpa sopir. Namun, insiden tragis seperti yang dialami Xiaomi menjadi pengingat bahwa inovasi tanpa kontrol bisa berujung petaka. Pemerintah pun mulai bertindak tegas agar Cina tak hanya cepat, tapi juga selamat dalam perjalanan menuju masa depan otomotif.
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: