Jurnal Pelopor — Pernyataan Sanae Takaichi, calon perdana menteri perempuan pertama Jepang, memicu badai kritik di Negeri Sakura. Alih-alih bicara soal kesejahteraan atau reformasi birokrasi, Takaichi justru menegaskan bahwa dirinya akan meninggalkan gagasan work-life balance dan mengajak semua anggota partainya “bekerja seperti kuda.”
Pidato Kemenangan yang Jadi Kontroversi
Sanae Takaichi baru saja terpilih sebagai pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP), partai konservatif yang hampir selalu memimpin Jepang sejak era pascaperang. Dalam pidato kemenangannya, ia menegaskan tekad untuk melakukan reformasi internal LDP yang sedang kehilangan dukungan publik akibat skandal politik dan pendanaan.
Namun, semangat kerja keras yang ia serukan justru menimbulkan polemik.
“Saya akan meninggalkan gagasan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja,” ujar Takaichi lantang dalam pidatonya di Tokyo.
Ucapannya itu segera menuai reaksi keras dari masyarakat dan kelompok pekerja, yang menilai pandangannya berpotensi menghidupkan kembali budaya kerja berlebihan yang telah menelan banyak korban di Jepang.
Kecaman dari Aktivis Anti-Karoshi
Kritik paling keras datang dari Dewan Pembela Nasional untuk Korban Karoshi, kelompok advokasi yang memperjuangkan perlindungan pekerja dari praktik kerja berlebihan.
Mereka menilai pernyataan Takaichi sebagai langkah mundur dari semangat reformasi tenaga kerja Jepang.
Hiroshi Kawahito, pengacara yang memimpin kelompok tersebut, menegaskan bahwa komentar Takaichi berpotensi “memaksa pegawai negeri maupun pekerja swasta untuk bekerja dalam jam panjang dan kondisi tidak manusiawi.”
Keluarga korban bunuh diri akibat kelelahan kerja juga turut bersuara, menyebut pernyataan Takaichi sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap tragedi yang telah banyak menimpa pekerja Jepang.
Pembelaan dari Rekan Sejawat
Meskipun menuai kritik, Takaichi juga mendapat pembelaan dari sejumlah pejabat pemerintah.
Junko Mihara, Menteri Kebijakan Terkait Anak-anak Jepang, menyebut bahwa ucapan Takaichi tidak seharusnya ditafsirkan secara harfiah.
“Saya yakin beliau hanya ingin menunjukkan tekad dan etos kerja sebagai pemimpin partai,” ujar Mihara dalam konferensi pers.
Namun, publik tampak belum puas. Banyak yang menilai komentar Takaichi menunjukkan pola pikir konservatif yang tidak sejalan dengan upaya pemerintah menekan angka kematian akibat kerja berlebihan (karoshi), yang masih menjadi masalah sosial serius di Jepang.
Krisis Politik: Koalisi Pecah di Tengah Jalan
Selain menghadapi kritik sosial, Takaichi kini juga diterpa badai politik. Koalisi antara Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Komeito resmi pecah setelah 26 tahun berjalan.
Pemimpin Komeito, Tetsuo Saito, menuduh LDP gagal menindaklanjuti skandal pendanaan politik yang mencoreng reputasi partai penguasa.
Komeito pun menarik dukungan terhadap Takaichi, membuat peluangnya menjadi perdana menteri Jepang pertama dari kalangan perempuan semakin menipis. Tanpa dukungan koalisi, LDP harus mencari aliansi baru untuk memenangkan pemungutan suara parlemen yang dijadwalkan pada akhir Oktober 2025.
Gejolak Pasar dan Diplomasi Jepang
Ketegangan politik ini turut mengguncang pasar finansial. Nilai yen menguat 0,5% terhadap dolar AS setelah kabar pecahnya koalisi, meski sebelumnya sempat anjlok akibat kekhawatiran atas rencana belanja besar Takaichi.
Sementara itu, Jepang tengah bersiap menghadapi rangkaian pertemuan diplomatik penting, termasuk KTT di Malaysia dan Korea Selatan, serta kunjungan Presiden AS Donald Trump pada akhir bulan ini. Situasi ini membuat stabilitas politik Jepang menjadi sorotan global.
Mimpi Jadi PM Perempuan Pertama di Ujung Tanduk
Takaichi sebelumnya digadang-gadang sebagai Iron Lady Jepang sosok konservatif yang tegas, berani, dan berambisi tinggi. Namun, kombinasi antara kontroversi pernyataan kerja ekstrem dan retaknya koalisi politik membuat langkahnya menuju kursi perdana menteri kini berada di ujung tanduk.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: