Jakarta, 3 Maret 2025 – Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memicu gelombang protes besar dari buruh. Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) resmi mengumumkan akan menggugat pemerintah dan manajemen Sritex melalui mekanisme class action. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bahwa PHK tersebut dinilai ilegal dan bertentangan dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.
Presiden KSPI yang juga Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk perlawanan warga negara terhadap kebijakan pemerintah dan perusahaan yang dinilai merugikan pekerja.
Gugatan Class Action dan Pihak yang Digugat
Dalam pernyataannya, Said Iqbal menyebut gugatan ini akan didaftarkan paling lambat dalam 10 hari ke depan setelah tim hukum terbentuk. Pihak yang akan digugat meliputi:
Menteri Koordinator Perekonomian
Menteri Perindustrian
Menteri Tenaga Kerja dan Wakil Menteri Tenaga Kerja
Menteri Investasi
Manajemen PT Sritex
Menurut KSPI, PHK massal ini dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum yang benar, seperti perundingan bipartit dan tripartit.
“Kami akan membongkar apa yang terjadi di Sritex. Kenapa pemerintah diam saja? Ada indikasi permainan yang mengorbankan buruh,” ujar Iqbal dalam konferensi pers pada Minggu (2/3/2025).
Aksi Demonstrasi Nasional pada 5 Maret 2025
Tak hanya mengajukan gugatan hukum, buruh juga berencana menggelar aksi besar-besaran pada Rabu, 5 Maret 2025. Ribuan buruh akan turun ke jalan di dua lokasi utama:
Jakarta: Aksi akan dipusatkan di Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Semarang: Demonstrasi akan dilakukan oleh buruh yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh.
Menurut Iqbal, aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada buruh.
“Demi pemerintahan yang bersih, kami akan turun ke jalan. Kami menolak permainan kotor yang merugikan pekerja!” tegasnya.
Pembentukan Satgas Sritex dan Posko Advokasi
Selain gugatan dan aksi, KSPI juga akan membentuk Satgas Sritex yang bertugas mengawasi aset perusahaan agar tidak disalahgunakan. Satgas ini akan memastikan bahwa aset tidak dialihkan tanpa transparansi, terutama setelah perusahaan dinyatakan pailit.
Selain itu, Posko Advokasi Karyawan Sritex akan didirikan di depan pabrik Sritex. Posko ini akan menjadi wadah bagi pekerja yang menolak PHK atau merasa pesangon yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan.
“Kami yakin THR tidak akan dibayar penuh, kalaupun dibayar pasti dipotong dari pesangon. Kami siap membantu buruh untuk menuntut haknya,” ujar Iqbal.
PHK Sritex dan Imbasnya
Perusahaan tekstil raksasa ini resmi menghentikan operasionalnya pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan tidak mampu membayar utang. Sebanyak 8.400 karyawan terkena PHK, dengan hari kerja terakhir mereka pada 28 Februari 2025.
Pemerintah dan manajemen Sritex menyebut PHK ini sebagai langkah yang tak terhindarkan karena kondisi finansial perusahaan. Namun, KSPI menilai bahwa PHK ini ilegal karena tidak melalui mekanisme bipartit dan tripartit.
“Tidak ada notulen hasil perundingan antara serikat pekerja dan manajemen. Justru karyawan diminta mendaftar PHK sendiri. Ini bukan prosedur yang sah!” tegas Iqbal.
KSPI juga menyoroti adanya indikasi bahwa pabrik Sritex akan disewakan setelah asetnya dijual secara lambat. Mereka menduga pekerja tetap yang sudah di-PHK akan digantikan oleh tenaga outsourcing, yang dianggap melanggar hukum ketenagakerjaan.
Kasus PHK massal Sritex kini menjadi isu nasional yang mendapat perhatian luas. Dengan gugatan class action, aksi demonstrasi besar-besaran, pembentukan Satgas Sritex, dan pendirian posko advokasi, buruh menunjukkan tekad mereka untuk memperjuangkan hak-haknya.
Sumber: Liputan6