Jurnal Pelopor – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi vonis pidana mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, dalam kasus korupsi proyek e-KTP, menuai reaksi keras. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan bahwa koruptor seharusnya dihukum seberat-beratnya untuk menimbulkan efek jera.
Vonis Dikurangi, Publik Terkejut
Melalui putusan Peninjauan Kembali (PK), MA menyunat hukuman Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun 6 bulan. Selain itu, denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan tetap dikenakan, dengan uang pengganti (UP) sebesar USD 7,3 juta, dikurangi Rp5 miliar yang telah disetorkan.
Tak hanya itu, pidana tambahan berupa pencabutan hak politik juga dipotong. Awalnya lima tahun, kini hanya 2 tahun 6 bulan setelah masa pidana berakhir.
KPK Tak Bisa Intervensi, Tapi Kecewa
Johanis menegaskan bahwa KPK tidak dapat mengintervensi putusan hakim. Namun secara pribadi, ia menyayangkan keputusan tersebut.
“Saya cuma ingin mengatakan bahwa tidak ada seorang pun di negeri ini yang bisa mengintervensi hakim, karena kekuasaan kehakiman itu merdeka,” ujar Johanis kepada Kompas.com.
Meskipun demikian, Johanis berharap ada kesadaran dari para hakim bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merugikan rakyat.
Butuh Hakim Seperti Artidjo
Johanis mengenang sosok mendiang Artidjo Alkostar, hakim agung yang dikenal tegas dan tanpa kompromi terhadap koruptor. Di masa Artidjo, banyak terpidana justru mendapat hukuman lebih berat saat mengajukan kasasi atau PK.
“Banyak koruptor tidak berani ajukan PK waktu itu, karena tahu hukuman mereka bisa diperberat,” katanya.
Korupsi Harus Ditangani dengan Cara Luar Biasa
Johanis menekankan bahwa korupsi menyangkut dana rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, bukan dikorupsi untuk kepentingan segelintir orang.
“Pelaku korupsi harus dihukum seberat-beratnya. Jangan sampai ada kesan bahwa koruptor bisa lolos atau malah dapat keringanan,” tegasnya.
Peringatan untuk Penegak Hukum
Dengan makin banyaknya pelaku korupsi yang mendapat pengurangan hukuman lewat jalur PK, muncul kekhawatiran bahwa efek jera kian memudar. Johanis berharap para hakim tidak hanya berpegang pada pasal, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan moral dari putusan mereka.
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: