Jurnal Pelopor – Seratus hari sudah duet Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah memimpin Kabupaten Bojonegoro. Tanpa seremoni besar-besaran, periode awal ini justru diwarnai dengan sebuah pencapaian mengejutkan. Berdasarkan survei yang dirilis The Republic Institute, Bojonegoro berhasil menembus lima besar daerah dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) terbaik se-Jawa Timur.
Survei yang digelar pada 15–22 Mei 2025, melibatkan 2.200 responden dari seluruh kabupaten/kota di Jatim. Hasilnya, tingkat kepuasan terhadap kinerja Wahono–Nurul mencapai 77,5 persen, menempatkan Bojonegoro sejajar dengan kota-kota besar seperti Surabaya dan Kediri dalam bidang pengembangan SDM.
Capaian Strategis, Tapi Tak Selalu Populer
Secara administratif, ini adalah capaian yang signifikan. Pembangunan SDM dianggap sebagai indikator penting dalam menentukan daya saing suatu daerah di masa depan. Pemerintah kabupaten dinilai berhasil memfokuskan kebijakan pada peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dasar, hingga pelatihan keterampilan untuk angkatan kerja muda.
Namun, narasi keberhasilan ini tidak sepenuhnya mendapat sambutan positif dari warga. Di balik data statistik dan grafik pencapaian, media sosial justru memperlihatkan spektrum tanggapan yang kontras.
Sebagian warga memberikan apresiasi, menyambut hadirnya pemimpin baru yang berasal dari kalangan lokal dengan harapan akan lebih memahami kebutuhan rakyat kecil.
“Yang penting, sekarang bupatinya orang asli Bojonegoro yang peduli sama masyarakat. Ada harapan baru lah,” tulis salah satu netizen di Facebook.
Bagi kalangan ini, kepemimpinan lokal menjadi simbol dari semangat membangun daerah sendiri. Mereka percaya, asal-usul yang dekat dengan masyarakat akan membuat kebijakan lebih membumi dan terarah.
Kritik: Dari Survei Bayaran Hingga Minimnya Rekam Jejak
Namun di sisi lain, kritik dan nada skeptis juga terdengar nyaring. Beberapa warga meragukan hasil survei dan menuduhnya sebagai rekayasa politik. Tidak sedikit pula yang mempertanyakan kinerja nyata para pemimpin baru yang belum terlihat secara langsung di lapangan.
“Sudah nggak percaya lagi sama yang namanya survei. Bisa dipesan asal ada uang,” tulis akun lain di Facebook.
“Bupati dan wakilnya ini sebenarnya kerja atau nggak sih? Kalau mau jadi pemimpin daerah, harusnya punya pengalaman. Jangan asal maju,” komentar seorang pengguna Facebook.
Kritik semacam ini menandakan bahwa kepercayaan publik belum sepenuhnya pulih, dan masih banyak warga yang menginginkan bukti konkrit di lapangan, bukan hanya angka di atas kertas.
Pekerjaan Rumah Masih Panjang
Kondisi ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah daerah. Meskipun capaian teknokratik sudah diraih, persepsi publik tetap menjadi medan ujian yang paling nyata. Keberhasilan administratif belum tentu berbanding lurus dengan legitimasi sosial.
Di era digital, kecepatan informasi dan kritik terbuka membuat setiap langkah pemerintah diawasi ketat oleh masyarakat. 100 hari adalah awal, tapi belum cukup untuk menghapus keraguan.
Sumber: Bojonegoro TV
Baca Juga:
Tanpa Target Juara, Sukorejo FC Bikin Kejutan di Bali 7’s 2025!
Hari Bumi 2025: BKPRMI Galang Aksi Tanam 1 Juta Pohon
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?