Jurnal Pelopor — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap usulan Kementerian Keuangan untuk mengenakan bea keluar pada ekspor batu bara. Namun, Bahlil menegaskan bahwa dukungan itu bukan tanpa syarat.
Dalam keterangannya di Gedung DPR RI pada Senin (14/7), Bahlil menekankan bahwa penerapan bea keluar harus mempertimbangkan harga keekonomian batu bara di pasar global. Ia menegaskan akan menyusun aturan turunan yang memastikan kebijakan tersebut tidak menyulitkan pelaku usaha, terutama ketika harga batu bara sedang rendah.
“Kalau harga lagi bagus, bolehlah kita berbagi untuk pendapatan negara. Tapi kalau harga sedang tidak ekonomis, ya jangan sampai kebijakan ini justru membebani pengusaha,” ujar Bahlil.
Kementerian ESDM, lanjutnya, akan merancang skema tarif bea keluar yang fleksibel dan berkeadilan, menyesuaikan dengan kondisi pasar global. Tujuannya agar pemerintah tetap bisa mendapatkan pemasukan tambahan, tanpa mengorbankan kelangsungan bisnis sektor batu bara nasional.
Langkah Strategis Dongkrak Penerimaan Negara
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI mengusulkan penambahan objek bea keluar untuk batu bara dan emas sebagai bagian dari strategi memperkuat penerimaan kepabeanan dan cukai di tahun fiskal mendatang. Target pendapatan dari sektor ini dipatok pada kisaran 1,18%–1,30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), meningkat dari target sebelumnya.
“Ada tambahan objek cukai dan bea keluar batu bara serta emas yang menjadi faktor peningkatan target,” kata Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, dalam rapat kerja pekan lalu.
Rencana ini menandai langkah lanjutan pemerintah dalam mencari sumber pendapatan alternatif, terutama di tengah fluktuasi global dan tantangan ekonomi nasional.
Keseimbangan Baru antara Negara dan Dunia Usaha
Dukungan Bahlil terhadap kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan iklim usaha. Ia menegaskan, negara memang butuh penerimaan tambahan, tetapi tidak boleh abai terhadap situasi di lapangan.
“Ini bukan soal menarik uang sebanyak-banyaknya, tapi bagaimana kita bisa menjaga keberlanjutan bisnis sekaligus memenuhi kewajiban negara,” jelasnya.
Penerapan bea keluar ini, jika berjalan sesuai prinsip yang disampaikan Bahlil, diharapkan dapat menjadi win-win solution: negara memperoleh pendapatan tambahan saat harga komoditas tinggi, sementara pengusaha tetap mendapat ruang bergerak saat pasar menurun.
Kini, perhatian publik tertuju pada aturan teknis yang akan dikeluarkan Kementerian ESDM, untuk memastikan kebijakan ini benar-benar proporsional dan adil bagi semua pihak.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: