Jurnal Pelopor – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menyoroti pola pikir akreditasi perguruan tinggi di Indonesia yang dinilainya kurang tepat. Ia menyatakan bahwa akreditasi seharusnya bukan bersifat “judgement”, melainkan sebagai sarana peningkatan mutu (improvement).
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Bandingkan dengan AS, Akreditasi = Pendampingan
Brian mengungkap pengalamannya saat menjadi ketua program studi dan pernah mengikuti proses akreditasi dari lembaga internasional ABET (Accreditation Board of Engineering and Technology) asal Amerika Serikat. Menurutnya, pendekatan ABET sangat berbeda dengan pendekatan akreditasi di Indonesia.
“ABET itu datang bukan untuk jadi hakim, bukan untuk judgement, tapi untuk membantu kita meningkatkan kualitas. Ini yang menurut saya harus jadi mindset baru akreditasi,” ujarnya.
Panggil BAN-PT, Evaluasi LAM
Sebagai tindak lanjut, Brian menyatakan akan memanggil Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk mengevaluasi pendekatan akreditasi yang berlaku saat ini. Ia juga mengkritisi praktik di Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang kerap dikeluhkan kampus karena biaya akreditasi yang mahal.
“Kami sedang evaluasi. Jangan sampai biaya akreditasi justru menjadi beban berat bagi perguruan tinggi, apalagi yang kecil atau swasta,” katanya.
Brian juga menekankan pentingnya rasionalisasi dalam proses akreditasi, terutama menyangkut biaya dan efektivitas tim penilai.
Dorong Penyesuaian Lokasi Reviewer
Untuk menekan anggaran, Mendikti mengusulkan agar para reviewer akreditasi berasal dari lokasi yang lebih dekat dengan kampus yang akan dinilai. Hal ini dinilai penting, terutama bagi kampus-kampus di daerah yang kerap terbebani ongkos logistik akreditasi.
“Misalnya dari provinsi yang sama, atau provinsi yang berdekatan. Ini akan kami dorong agar prosesnya efisien dan tidak memberatkan,” imbuh Brian.
Kritik terhadap Akreditasi yang Menakutkan
Mendikti juga menyoroti kesan bahwa akreditasi menjadi momen yang menakutkan bagi kampus. Menurutnya, ini adalah indikasi bahwa proses tersebut lebih bersifat penilaian sepihak, bukan pembinaan kualitas.
“Kalau orang datang dan kita merasa takut, berarti ada sesuatu yang salah. Padahal harusnya mereka datang untuk mendampingi, bukan menakut-nakuti,” tegasnya.
Menuju Reformasi Sistem Akreditasi Nasional
Pernyataan Mendikti ini menandai dorongan awal menuju reformasi sistem akreditasi kampus di Indonesia. Dengan menjadikan akreditasi sebagai alat perbaikan mutu, bukan sekadar klasifikasi atau “penilaian ranking”, diharapkan kampus-kampus bisa lebih terbuka, berkembang, dan terfasilitasi dalam membangun mutu pendidikan tinggi.
Kesimpulan
Menteri Brian Yuliarto membuka ruang evaluasi terhadap paradigma dan praktik akreditasi kampus di Indonesia. Dengan mengedepankan pendekatan pembinaan, efisiensi biaya, serta pendampingan berkualitas, pemerintah berharap sistem akreditasi nasional bisa benar-benar menjadi bagian dari proses peningkatan mutu pendidikan tinggi, bukan hanya administratif atau penilaian semata.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: