Jurnal Pelopor – Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil meringkus sosok yang diduga berada di balik nama samaran hacker Bjorka. Pemuda berinisial WFT (22) ditangkap pada Selasa, 23 September 2025, di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penangkapan ini mengakhiri jejak panjang WFT yang selama beberapa tahun terakhir meresahkan dunia maya Indonesia dengan aksi peretasan dan kebocoran data.
Awal Mula Berkecimpung di Dunia Peretasan
WFT diketahui sudah mengenal dunia peretasan sejak tahun 2020. Meski tidak menyelesaikan pendidikan di SMK dan berstatus pengangguran, ia mendalami teknologi informasi secara otodidak. Dari sana, kemampuannya berkembang pesat hingga ia mampu menembus sistem keamanan berbagai institusi. Aktivitas awalnya banyak dilakukan di forum-forum gelap atau dark web, tempat ia memperjualbelikan data hasil curian dengan pembayaran menggunakan mata uang kripto.
Untuk mengelabui aparat penegak hukum, WFT kerap berganti identitas digital. Ia pernah menggunakan nama samaran Bjorka, SkyWave, Shint Hunter, hingga Oposite6890. Tidak hanya itu, ia juga rajin menyamarkan alamat email, nomor telepon, hingga dompet kripto demi menutupi jejak dan menyulitkan pelacakan.
Jejak Digital Terendus Polisi
Polisi mulai mendeteksi aktivitas WFT di forum gelap sejak Desember 2024. Saat itu ia masih memakai nama Bjorka sebelum akhirnya berganti ke identitas lain. Namun, kesalahannya terjadi pada Februari 2025 ketika ia nekat mengunggah database berisi 4,9 juta akun nasabah bank swasta lewat akun X bernama @Bjorkanesiaa. Bahkan, ia berani mengirim pesan langsung ke akun resmi bank tersebut dengan maksud melakukan pemerasan.
Tindakan inilah yang membuat aparat semakin intensif melakukan penelusuran. Dari hasil pemeriksaan, diketahui WFT tidak hanya aktif di X, melainkan juga di Telegram, Instagram, TikTok, hingga Facebook. Semua akun tersebut dipakainya untuk menyebarkan data curian sekaligus membangun citra sebagai hacker berpengaruh di dunia maya.
Barang Bukti dan Aksi Ilegal
Saat dilakukan penggerebekan, polisi menyita komputer dan ponsel milik WFT. Dari perangkat itu, ditemukan bukti digital berupa postingan, transaksi kripto, hingga aktivitas ilegal lain yang memperkuat dugaan keterlibatannya. Dalam penelusuran, aparat juga menemukan berbagai data yang diklaim berasal dari sektor perbankan, perusahaan swasta, hingga layanan kesehatan. Semuanya diperdagangkan di forum ilegal dengan harga bervariasi.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa WFT sengaja berganti-ganti nama dan akun untuk menyulitkan pelacakan. Namun, bukti digital yang masih tersimpan di perangkatnya akhirnya membuat identitasnya terbongkar.
Ancaman Hukuman Berat
Atas perbuatannya, WFT kini harus menghadapi jerat hukum yang tidak ringan. Ia dijerat Pasal 46 junto Pasal 30, Pasal 48 junto Pasal 32, serta Pasal 51 ayat 1 junto Pasal 35 UU ITE, ditambah Pasal 65 ayat 1 junto Pasal 67 ayat 1 UU Perlindungan Data Pribadi. Penyidik juga masih terus mendalami asal-usul data yang berhasil dikuasainya untuk memperkuat pembuktian di pengadilan.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa kejahatan siber tidak hanya merugikan lembaga atau perusahaan, tetapi juga masyarakat luas yang datanya bisa disalahgunakan. Penangkapan WFT sekaligus menunjukkan bahwa jejak digital mustahil dihapus sepenuhnya.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: