Jurnal Pelopor — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pemerintah maupun Polri tidak akan melakukan intervensi terhadap proses praperadilan yang diajukan oleh Delpedro Marhaen dan kawan-kawan.
Pernyataan itu disampaikan Yusril setelah beredarnya surat terbuka Delpedro yang meminta jaminan kehadiran penyidik dalam sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang dijadwalkan pada Jumat (17/10/2025).
“Praperadilan bisa dikabulkan, bisa ditolak, atau dinyatakan tidak dapat diterima. Semua tergantung fakta dan argumen yang terungkap di persidangan,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Yusril: Fokus pada Substansi, Bukan Isu Politik
Yusril meminta Delpedro dan rekan-rekannya untuk tetap fokus pada substansi gugatan yang mereka ajukan, bukan pada isu politik atau dugaan tekanan dari pihak mana pun. Ia menekankan bahwa kehadiran termohon dalam sidang baik dari pihak penyidik maupun pejabat Polda Metro Jaya sepenuhnya merupakan kewenangan internal kepolisian.
“Kalau termohon tidak hadir pada panggilan pertama, itu hak mereka. Namun pada panggilan kedua, saya pastikan mereka hadir. Sebab jika tidak hadir, hakim akan melanjutkan sidang tanpa kehadiran termohon, dan itu merugikan pihak kepolisian,” jelasnya.
Yusril juga mengingatkan bahwa sidang praperadilan hanya berlangsung maksimal tujuh hari kerja, sehingga semua pihak diharapkan bisa menjalankan proses hukum dengan efektif dan proporsional.
Penjelasan Soal Ruang Lingkup Praperadilan
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan bahwa ruang lingkup praperadilan sudah diatur jelas dalam Pasal 77 KUHAP, yang mencakup pemeriksaan atas sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi, ruang lingkup praperadilan kini juga meliputi penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
“Gugatan praperadilan tidak boleh mencampurkan aspek hukum formil dan materiil, serta tidak boleh masuk ke pokok perkara,” tegas mantan Menteri Hukum dan HAM itu.
Kasus Demo Agustus dan Gugatan Delpedro Cs
Kasus ini berawal dari demonstrasi besar yang berujung ricuh pada Agustus 2025. Beberapa aktivis, termasuk Delpedro Marhaen, Muzaffar Salim (staf Lokataru Foundation), Syahdan Husein (admin Gejayan Memanggil), dan Khariq Anhar (mahasiswa Universitas Riau), ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka kemudian menggugat proses hukum tersebut melalui praperadilan dengan nomor perkara 132/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Pihak termohon dalam gugatan ini adalah Direktur Reserse Siber dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Yusril: Pemerintah Tidak Campur Tangan
Menutup keterangannya, Yusril menegaskan kembali bahwa pemerintah maupun Polri tidak akan mengintervensi proses hukum. Ia menyebut, seluruh pihak harus menghormati prinsip due process of law dan membiarkan pengadilan bekerja secara independen.
“Negara menjamin peradilan berjalan objektif dan transparan. Tidak ada intervensi, karena hukum harus berdiri di atas semua kepentingan,” pungkasnya.
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: