Jurnal Pelopor — Kasus tragis kematian seorang remaja perempuan berinisial RTA (14) yang ditemukan tewas di lahan kosong kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kini memasuki babak baru. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana perdagangan anak dalam kasus tersebut.
Korban Diduga Dipekerjakan Sebagai Terapis Spa
Komisioner KPAI, Ai Maryati Sholihah, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dari kasus ini. Menurutnya, keluarga korban baru mengetahui pekerjaan RTA setelah jasadnya ditemukan. RTA diketahui bekerja di salah satu tempat spa di kawasan Jakarta, yang diduga kuat memperkerjakan anak di bawah umur secara ilegal.
“Dalam kasus penempatan anak di bawah umur di spa, indikasi perdagangan orang sangat kuat,” ujar Ai, Senin (13/10).
Ia menambahkan, dugaan itu semakin menguat setelah ditemukan fakta bahwa korban dan sejumlah pekerja lainnya tidak bebas keluar masuk tempat kerja karena diawasi ketat oleh pihak keamanan internal atau bodyguard.
KPAI menilai pola tersebut menyerupai modus eksploitasi tenaga kerja dan seksual, di mana anak-anak direkrut dan ditempatkan tanpa perlindungan hukum yang layak.
Tiga Indikasi Kuat Perdagangan Orang
Ai menyebut sedikitnya ada tiga indikasi yang menunjukkan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus ini.
Pertama, usia korban yang baru 14 tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, menempatkan anak di bawah usia 18 tahun untuk bekerja di lingkungan seperti spa termasuk tindak pidana eksploitasi.
Kedua, perlu dilakukan penelusuran terhadap pihak yang merekrut dan menampung korban, karena mereka berpotensi menjadi pelaku utama.
Ketiga, dari hasil pendalaman awal, tempat spa tersebut diduga juga menjalankan praktik prostitusi terselubung.
“Ini bukan hanya spa biasa, ada praktik eksploitasi seksual di dalamnya,” ungkapnya.
Dugaan Pemalsuan Identitas dan Keterlibatan Jaringan Besar
KPAI juga mencurigai adanya pemalsuan dokumen identitas agar korban bisa dipekerjakan. Ai menyebut, pihaknya kini bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menelusuri keabsahan data diri korban.
“Kalau nanti ternyata usia korban di KTP diubah, maka ini jelas kejahatan berlapis. Bisa jadi ada jaringan perekrutan yang sudah terorganisir,” ujarnya.
Polisi Telah Periksa 15 Saksi, Usut Dugaan TPPO
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly menyatakan bahwa pihaknya sudah memeriksa 15 saksi, termasuk rekan kerja korban dan pihak perusahaan spa.
“Penyelidikan kami menggunakan pasal eksploitasi anak dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kami pastikan dulu bagaimana korban bisa bekerja, apakah identitasnya asli atau palsu,” kata Nicolas.
Ia menegaskan, polisi akan menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat dalam perekrutan atau pemanfaatan anak di bawah umur untuk kegiatan yang bersifat eksploitasi.
Tragedi yang Mengungkap Gelapnya Industri Spa Ilegal
Kematian RTA membuka tabir kelam industri spa yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Kasus ini menjadi alarm bagi aparat dan masyarakat bahwa praktik eksploitasi anak berkedok pekerjaan jasa pijat masih marak di Jakarta dan kota besar lainnya.
KPAI berharap kasus ini menjadi momentum penegakan hukum yang tegas agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban perdagangan orang atas nama pekerjaan.
“Anak-anak seharusnya berada di bangku sekolah, bukan di ruang-ruang gelap tempat eksploitasi,” tutup Ai Maryati.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: