Jurnal Pelopor — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak kembali menuai sorotan publik setelah bertemu dengan salah satu saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank nasional. Pertemuan itu menimbulkan perdebatan karena terjadi sehari setelah saksi diperiksa oleh penyidik KPK.
Klarifikasi KPK: Forum Terbuka untuk Edukasi Antikorupsi
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, pertemuan tersebut terjadi di Leadership Forum Dapen yang digelar di Jakarta pada Selasa (7/10/2025). Ia menegaskan, Johanis hadir sebagai narasumber resmi dalam kegiatan yang bersifat publik dan bukan pertemuan pribadi.
“Pada kegiatan itu, pimpinan diundang sebagai narasumber dalam forum terbuka, baik bersama narasumber lain maupun peserta,” ujar Budi dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, kehadiran Tanak dalam forum tersebut merupakan bagian dari program edukasi antikorupsi dan pencegahan yang rutin dilakukan lembaga antirasuah. Acara tersebut dihadiri berbagai pihak dari sektor keuangan dengan tujuan menanamkan nilai integritas dan tata kelola usaha yang bersih.
“Kalau bicara pemberantasan korupsi, selain penindakan, KPK juga melakukan pencegahan, pendidikan, dan supervisi. Ini mendukung dunia usaha agar berjalan efektif dan efisien,” jelasnya.
Pertemuan dengan Saksi: Ngatari Diperiksa Sehari Sebelumnya
Berdasarkan informasi yang beredar, saksi yang hadir dalam forum tersebut adalah Ngatari, salah satu saksi dalam kasus pengadaan mesin EDC periode 2020–2024. Ngatari diketahui baru saja diperiksa oleh penyidik KPK pada 6 Oktober 2025, sehari sebelum kegiatan forum berlangsung.
KPK sebelumnya telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut pada 9 Juli 2025. Namun, hingga kini lembaga tersebut belum membeberkan secara terbuka siapa saja pihak yang telah dijerat dalam perkara itu.
Fakta bahwa Johanis Tanak bertemu dengan salah satu saksi di forum publik ini menimbulkan perdebatan etik, mengingat adanya ketentuan hukum yang membatasi interaksi pimpinan KPK dengan pihak terkait perkara korupsi.
Potensi Pelanggaran Etik Berdasarkan UU KPK
Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menegaskan bahwa “pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang memiliki hubungan dengan perkara yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.”
Aturan ini juga telah diperkuat lewat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 158/PUU-XXII/2024, yang menegaskan pentingnya menjaga independensi pimpinan KPK dalam setiap konteks interaksi dengan pihak luar.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam putusan tersebut menegaskan, hubungan di luar konteks kelembagaan berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap netralitas KPK.
Sorotan Publik dan Tanggapan Internal
Meskipun KPK telah memberikan klarifikasi, publik tetap menyoroti sensitivitas waktu dan konteks pertemuan tersebut. Banyak yang menilai seharusnya pimpinan lembaga antirasuah menghindari segala bentuk interaksi, bahkan dalam forum terbuka, apabila dihadiri pihak yang sedang terlibat dalam penyidikan.
Sementara itu, sumber internal KPK menyebut belum ada indikasi pelanggaran etik karena forum tersebut bersifat terbuka dan dihadiri banyak peserta dari berbagai institusi. Namun, Dewan Pengawas KPK disebut tetap dapat menilai apakah pertemuan itu perlu dikaji lebih lanjut.
Kasus Korupsi Mesin EDC Masih Berlanjut
Kasus pengadaan mesin EDC yang tengah disidik KPK ini diduga melibatkan penyimpangan anggaran dan penggelembungan nilai kontrak yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah. Penyidik masih mendalami peran sejumlah pejabat dan pihak swasta dalam proyek tersebut.
Publik kini menantikan langkah lanjutan dari KPK untuk memastikan transparansi dan integritas lembaga tetap terjaga, di tengah sorotan terhadap perilaku pimpinan yang dinilai tidak sensitif terhadap aturan etik.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: