Jurnal Pelopor – Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menanggulangi tuberkulosis (TBC) resisten obat. Berdasarkan data tahun 2024, terdapat sekitar 12.000 kasus TB resisten obat dengan tingkat keberhasilan pengobatan yang baru mencapai 59 persen. Kondisi ini disoroti langsung oleh Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono, yang menegaskan perlunya langkah serius dan terobosan nyata.
Regimen Baru BIPAL-M
Menurut Dante, kehadiran regimen pengobatan baru bernama BIPAL-M atau Bipalem menjadi angin segar dalam upaya mengendalikan TBC resisten obat. Jika sebelumnya pasien harus menjalani terapi hingga 18 bulan dengan konsumsi lebih dari 20 tablet per hari, kini pengobatan cukup enam bulan saja dengan hanya 4 hingga 5 tablet per hari.
Selain memangkas durasi terapi, biaya pengobatan juga jauh lebih ringan. Dengan regimen lama, pengobatan bisa menghabiskan hingga Rp120 juta per pasien. Sementara dengan BIPAL-M, biaya cukup sekitar Rp9 juta, asalkan pasien disiplin menjalani terapi. Dante menekankan bahwa kepatuhan pasien menjadi faktor kunci, sebab banyak kasus resistensi obat terjadi akibat pasien menghentikan pengobatan di tengah jalan.
Target Eliminasi 2025
Mengacu pada data World Health Organization (WHO), jumlah kasus TBC di Indonesia mencapai 1,09 juta orang setiap tahun. Untuk itu, Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2025 sebanyak 90 persen pasien harus terdeteksi, dicatat, dan langsung mendapatkan terapi. Program ini disebut dengan enrollment target.
Wamenkes mengungkapkan bahwa progres pengobatan menunjukkan tren positif. Tingkat kesembuhan sudah mencapai 90 persen sesuai target. Namun, pencapaian ini membutuhkan kolaborasi lintas kementerian, lembaga, serta dukungan masyarakat agar upaya eliminasi TBC berjalan optimal.
Pandangan Pakar dan Inovasi Lanjutan
Direktur Yayasan Riset dan Pelatihan Respirasi Indonesia, Prof Erlina Burhan, menyebut regimen Bipalem sebagai terobosan besar. Selain lebih singkat, efek samping obat juga lebih mudah dikelola sehingga pasien tidak terbebani seperti sebelumnya. Menurutnya, inilah momentum penting untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan TBC resisten obat di Indonesia.
Tidak hanya itu, pemerintah bersama lembaga riset internasional juga tengah menyiapkan uji klinis terapi super singkat, yakni hanya satu bulan pengobatan. Uji klinis ini direncanakan berlangsung pada 2027 hingga 2029.
Tantangan Pendampingan Pasien
Meski inovasi hadir, Dante mengingatkan bahwa keberhasilan terapi tidak cukup bergantung pada obat semata. Peran tenaga kesehatan untuk mendampingi pasien sejak awal hingga akhir pengobatan tetap sangat penting. Pasalnya, TBC resisten obat tidak bisa lagi diobati dengan regimen standar, sehingga pendampingan pasien agar tetap patuh menjadi faktor penentu.
Menurutnya, perjalanan menuju eliminasi TBC di Indonesia masih panjang. Namun dengan kombinasi antara inovasi medis, dukungan biaya, serta pendampingan tenaga kesehatan, target eliminasi TBC pada 2030 bukan mustahil tercapai.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Wow! Negara Komunis Ini Naikkan Tunjangan Guru Sampai 70%
Tren Baru! Brave Pink Hero Green Ramai Dipakai di Medsos
Saksikan berita lainnya: