Jurnal Pelopor – Polda Metro Jaya kini berada di bawah sorotan publik usai gelombang aksi demonstrasi yang berakhir ricuh di Jakarta pada 25–29 Agustus 2025. Kericuhan yang berlangsung selama beberapa hari itu menimbulkan korban luka, kerugian material, bahkan meninggalkan jejak kebakaran pada sejumlah fasilitas publik, termasuk gedung DPRD.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menegaskan bahwa penyidik tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan. Pihaknya kini memeriksa kemungkinan adanya aliran dana yang sengaja digelontorkan untuk membiayai aksi anarkis.
“Ini masih dalam tahap pendalaman. Beberapa orang sudah ditetapkan tersangka, dan pemeriksaan masih berjalan hingga malam tadi,” jelas Wira.
Dugaan Aktor Intelektual di Balik Layar
Lebih jauh, polisi juga membuka peluang adanya aktor intelektual yang diduga merancang kerusuhan. Wira menyebutkan, penyidik menghubungkan temuan lapangan dengan keterangan para tersangka untuk menelusuri siapa sebenarnya dalang di balik eskalasi aksi.
“Kemungkinan adanya tindak pidana makar masih kita teliti. Kasus ini menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mengembangkan lebih jauh,” katanya.
Presiden Prabowo: Demokrasi Ada Aturannya
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah memberikan pernyataan tegas terkait kericuhan tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak pernah menutup ruang demokrasi. Namun, ia mengingatkan bahwa penyampaian pendapat memiliki aturan yang jelas.
“Kalau mau demonstrasi silakan, tapi harus minta izin. Dan izinnya wajib diberikan. Hanya saja, sesuai aturan, demo harus berhenti jam 18.00 WIB,” kata Prabowo saat menjenguk korban luka di RS Polri Kramat Jati, Senin (1/9).
Petasan, Truk, dan Api di Gedung DPRD
Dalam penjelasannya, Prabowo mengungkap bahwa laporan aparat menemukan massa yang tidak hanya datang dengan niat berdemo, melainkan membawa perlengkapan untuk menciptakan kerusuhan. Ada kelompok yang membawa petasan berukuran besar lalu menyalakannya ke arah aparat. Bahkan, aparat mendapati sebuah truk berisi alat-alat untuk membakar bangunan.
“Ini bukan demo lagi. Ini perusuh, karena niatnya jelas untuk membakar. Gedung DPR, DPRD sebagai simbol demokrasi, malah jadi sasaran,” tegasnya.
Makassar Jadi Peringatan Kelam
Prabowo juga menyinggung peristiwa di Makassar, Sulawesi Selatan, yang berlangsung hampir bersamaan. Di sana, gedung DPRD dibakar massa hingga menewaskan empat aparatur sipil negara (ASN). Menurut Prabowo, aksi seperti itu sudah tidak bisa lagi disebut sebagai penyampaian aspirasi.
“Itu tindakan makar. Orang yang tidak bersalah, tidak ikut politik, justru menjadi korban. Gedung DPRD dibakar, ini jelas makar, bukan aspirasi,” ujarnya.
Solidaritas Publik dan Tren Media Sosial
Kerusuhan tersebut kemudian memantik solidaritas publik di media sosial. Banyak netizen mengubah foto profil mereka menjadi warna Brave Pink dan Hero Green. Brave Pink lahir dari sosok “Ibu Ana” yang dengan berani berdiri di depan aparat saat demo, membawa bendera Merah Putih. Sementara Hero Green identik dengan seragam pengemudi ojek online, melambangkan solidaritas bagi Affan Kurniawan, driver ojol yang tewas dilindas rantis saat mengantar pesanan.
Kedua simbol warna itu kini menjadi tren visual sekaligus pesan moral: bahwa keberanian rakyat tidak boleh dibungkam, dan korban sipil harus dikenang.
Polisi Beri Sinyal Akan Ada Tersangka Baru
Penyidik kepolisian memberi sinyal bahwa jumlah tersangka masih bisa bertambah. Mereka menunggu hasil pemeriksaan digital forensik, rekaman CCTV, serta analisis komunikasi antar massa. Aliran dana pun tengah ditelusuri, terutama terkait kelompok yang diduga menyuplai logistik dan perlengkapan pembakaran.
“Bisa jadi ada penambahan tersangka, termasuk mereka yang bukan di lapangan tapi berperan dalam perencanaan,” kata Wira.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: