Jurnal Pelopor – Jakarta – Menjelang sidang perdana kasus dugaan kartel bunga pinjaman daring (pinjol) yang akan digelar Kamis, 14 Agustus 2025, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar menegaskan pihaknya tidak pernah berniat melakukan persekongkolan harga. Menurutnya, penetapan bunga batas atas justru bertujuan melindungi konsumen dari bunga pinjaman yang “gila-gilaan”.
Sudah Empat Kali Dipanggil KPPU
Entjik mengungkapkan, AFPI telah empat kali dipanggil oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memberikan penjelasan terkait dugaan kartel ini.
“Sudah busa-busa mulut saya menjelaskan, tidak ada niat jahat. Kalau ada yang mau lebih murah silakan, mau gratis juga silakan,” ujarnya dalam Diskusi Publik di Kantor Celios, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Ia menegaskan bahwa ketentuan bunga batas atas yang diberlakukan platform fintech P2P lending atau pindar mengacu langsung pada arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan hasil kesepakatan rahasia antarpelaku usaha.
Pembeda dengan Pinjol Ilegal
Menurut Entjik, aturan batas atas bunga bertujuan membedakan layanan P2P lending resmi dengan pinjol ilegal yang kerap mematok bunga tak wajar. Kebijakan ini diharapkan bisa memberikan kepastian dan perlindungan kepada konsumen.
“Kami tetapkan ini untuk batas atas, bukan bawah, agar para penyelenggara pindar tidak terlalu banyak untung,” jelasnya.
Entjik juga mempertanyakan tudingan KPPU yang menilai adanya persekongkolan mirip “penjahat” dalam industri fintech P2P lending. Baginya, tuduhan tersebut tidak adil, apalagi masih banyak pinjol ilegal yang lebih merugikan masyarakat namun belum tertangani tuntas.
Agenda Sidang Perdana
Berdasarkan situs resmi KPPU, sidang perdana kasus ini akan memaparkan laporan dugaan pelanggaran oleh investigator. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan industri layanan keuangan digital yang tengah berkembang pesat, namun juga rentan terhadap praktik yang merugikan konsumen.
Kesimpulan
AFPI berkeras bahwa kebijakan bunga batas atas bukan bentuk kartel, melainkan implementasi arahan OJK untuk melindungi konsumen. Sementara KPPU tetap akan melanjutkan proses hukum guna memastikan tidak ada pelanggaran prinsip persaingan usaha sehat. Hasil sidang perdana nanti akan menjadi penentu arah kelanjutan kasus ini, yang tak hanya berdampak pada pelaku industri fintech, tetapi juga jutaan pengguna layanan pinjaman daring di Indonesia.
Sumber: Detik.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: