Jurnal Pelopor – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, muncul fenomena unik dan kontroversial: sejumlah masyarakat mengibarkan bendera One Piece, bendera bajak laut dari serial anime Jepang di rumah, truk, hingga perahu kayu.
Momen ini menuai sorotan luas di media sosial hingga menarik perhatian pakar dan pejabat publik. Di balik aksinya yang terlihat kreatif dan penuh semangat, ada sejumlah konsekuensi hukum yang tak boleh diabaikan.
Makna Filosofis Jolly Roger One Piece
Bendera yang ramai dikibarkan ini dikenal sebagai Jolly Roger, lambang kru bajak laut Topi Jerami yang dipimpin oleh tokoh utama One Piece, Monkey D. Luffy. Desainnya berupa tengkorak manusia dengan dua tulang bersilang di belakangnya.
Meski secara visual menyerupai simbol bahaya, di dalam semesta One Piece, Jolly Roger punya makna dalam. Ia mencerminkan kebebasan, keberanian untuk bermimpi, dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Banyak tokoh dalam cerita mengibarkan bendera ini sebagai lambang perjuangan melawan tirani Pemerintah Dunia.
Ekspresi Budaya atau Pelanggaran Hukum?
Di dunia nyata, pengibaran bendera One Piece dipandang sebagai bentuk ekspresi budaya pop. Namun, menurut Peneliti Kebijakan Publik, Riko Noviantoro, masyarakat tetap harus berhati-hati saat mengekspresikan kecintaan terhadap budaya pop, apalagi pada momen resmi kenegaraan seperti perayaan 17 Agustus.
“Jika ditemukan pelanggaran terhadap penghormatan pada bendera Merah Putih, maka berpotensi dikenai sanksi,” ujar Riko, Kamis (31/7/2025).
Aturan Bendera Sudah Jelas
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, setiap warga negara wajib menghormati dan menjunjung tinggi simbol negara, terutama dalam acara-acara resmi seperti HUT RI. Mengibarkan bendera lain selain Merah Putih di tempat-tempat resmi atau dengan posisi lebih tinggi bisa dianggap pelanggaran.
Tetap Kreatif, Tapi Pahami Batas
Fenomena bendera One Piece adalah gambaran dari bagaimana budaya pop telah merasuk ke ruang publik, bahkan sampai ke perayaan kemerdekaan. Namun, semangat ekspresi hendaknya tidak melampaui batas penghormatan pada simbol negara.
Mengibarkan Merah Putih tetap menjadi kewajiban utama di bulan kemerdekaan. Sementara simbol-simbol lain bisa disertakan secara bijak, di tempat dan waktu yang tepat tanpa menyalahi aturan.
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: