Jurnal Pelopor – Pemerintah Indonesia akhirnya buka suara terkait kesepakatan pertukaran data dengan Amerika Serikat (AS) yang menjadi bagian dari negosiasi pemangkasan tarif hingga 19%. Kesepakatan ini sempat memicu polemik publik karena dikhawatirkan menyangkut penyerahan data pribadi warga negara Indonesia ke pihak asing.
Namun, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa anggapan tersebut keliru. Ia menjelaskan bahwa tidak ada data pribadi masyarakat Indonesia yang diserahkan ke AS.
“Pemaknaannya yang tidak benar. Bukan berarti kita itu akan menyerahkan data-data, apalagi data pribadi dari masyarakat Indonesia ke pihak sana, tidak,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (25/7/2025).
Bentuk Pengamanan dan Tata Kelola Data Cross-Border
Menurut Prasetyo, kerja sama ini justru bertujuan memperkuat pengamanan data yang selama ini sudah berjalan antar dua negara, terutama karena banyak platform digital yang dimiliki perusahaan AS. Ia menyebut, yang terjadi bukanlah transfer langsung data sensitif ke pemerintah asing, melainkan penguatan regulasi agar penggunaan data dilakukan sesuai prinsip perlindungan hukum yang sah dan aman.
Hal serupa disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia menegaskan bahwa kesepakatan ini merupakan bagian dari pembangunan protokol hukum internasional mengenai tata kelola data digital lintas negara (cross-border data governance), termasuk perlindungan data pribadi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Ini bukan hanya untuk AS, tapi juga bisa digunakan untuk kerja sama dengan negara lain. Harus ada pijakan hukum yang sah dan terukur untuk lalu lintas data antarnegara,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Kamis (24/7).
Tarif Impor dan Kepentingan Ekonomi Digital
Kesepakatan transfer data ini menjadi salah satu komponen penting yang melandasi turunnya tarif perdagangan antara Indonesia dan AS sebesar 19%. Dalam dunia digital saat ini, akses dan regulasi data antarnegara menjadi salah satu indikator penting dalam hubungan dagang.
Airlangga juga menyebut bahwa Indonesia memiliki pengalaman mengelola data secara aman, misalnya di Kawasan Digital Nongsa di Batam, yang menerapkan sistem keamanan digital dan fisik yang ketat. Mulai dari perlindungan kabel, server, hingga pusat data untuk mencegah pencurian atau penyalahgunaan data.
“Kabelnya pun dalam standar tertentu agar tidak bisa ditapping. Kita pastikan semua aman dan transparan,” imbuhnya.
Data Sudah Mengalir Lewat Platform AS
Faktanya, transfer data dari Indonesia ke AS sudah terjadi sejak lama melalui layanan seperti Google, Visa, dan Mastercard. Namun, hingga saat ini, belum ada protokol khusus yang mengatur perlindungan data warga negara yang menggunakan layanan lintas negara tersebut.
Kesepakatan baru ini, menurut pemerintah, justru akan memberi dasar hukum dan perlindungan lebih kuat bagi data warga Indonesia, bukan sebaliknya.
Diawasi Otoritas Nasional dan Tunduk UU PDP
Pemerintah memastikan semua proses transfer data akan berada dalam pengawasan ketat otoritas Indonesia dan dilakukan berdasarkan asas kehati-hatian, serta tunduk penuh pada UU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini menjadi payung hukum utama perlindungan data di Indonesia.
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: