Jurnal Pelopor – China resmi memulai pembangunan bendungan tenaga air terbesar di dunia di Sungai Yarlung Tsangpo, Tibet disebut sebagai “Proyek Abad Ini” oleh Perdana Menteri Li Qiang. Dengan nilai proyek mencapai USD 167 miliar, bendungan ini diklaim mampu menghasilkan hingga 300 miliar kWh listrik per tahun, tiga kali lipat dari kapasitas Bendungan Tiga Ngarai yang kini memegang rekor dunia.
Namun di balik ambisi besar energi hijau China, ketegangan geopolitik pun mencuat, terutama dengan India. Pasalnya, Yarlung Tsangpo adalah sumber utama dari Sungai Brahmaputra yang mengaliri timur laut India dan Bangladesh. Jika China mengendalikan aliran sungai ini, jutaan orang di India bisa terdampak langsung.
India Ketar-Ketir: “Senjata Air” di Perbatasan
Para politisi India, terutama dari negara bagian Arunachal Pradesh, menyebut proyek bendungan China ini sebagai “ancaman strategis”. Mereka khawatir aliran air bisa dipolitisasi: ditahan saat kemarau atau dilepas besar-besaran saat konflik untuk menciptakan banjir di wilayah India.
Skenario terburuk pun dibayangkan:
- Pemadaman listrik massal akibat pasokan air ke PLTA lokal terganggu
- Gangguan pada sektor pertanian
- Krisis air bersih di wilayah timur laut India
Apalagi, India baru-baru ini menangguhkan perjanjian 65 tahun dengan Pakistan terkait Sungai Indus, dan perjanjian air dengan Bangladesh juga akan berakhir tahun depan. Diplomasi air Asia Selatan kini dalam kondisi rapuh.
Risiko Lingkungan: Bahaya Tersembunyi di Pegunungan Himalaya
Secara teknis, proyek China akan mengalirkan air sungai melalui terowongan sepanjang 12 mil ke serangkaian turbin listrik di dasar ngarai, sebelum air dikembalikan ke sungai. Namun, para ilmuwan India memperingatkan dampak besar terhadap:
- Pola aliran musiman sungai
- Pengurangan sedimen dan nutrien alami ke delta Brahmaputra
- Erosi pesisir Bangladesh
- Gangguan ekosistem di zona biodiversitas tertinggi Asia
Terlebih lagi, lokasi proyek berada di zona gempa aktif, tak jauh dari lokasi gempa Assam-Tibet berkekuatan 8,6 SR pada 1950. Bila struktur bendungan gagal saat gempa, risiko bencana bisa luar biasa.
Di kawasan ngarai Yarlung Tsangpo sendiri terdapat lebih dari 4.500 spesies tanaman, termasuk macan tutul salju, beruang cokelat Tibet, dan harimau Bengal. Proyek ini bisa menghancurkan salah satu kawasan biodiversitas terkaya di Asia.
India Tak Tinggal Diam: Balas dengan Bendungan Siang
Sebagai respons strategis, India menghidupkan kembali rencana membangun Bendungan Siang Upper Multipurpose Project (SUMP) di Arunachal Pradesh dengan kapasitas listrik 11.000 MW. Proyek ini akan menjadi bendungan terbesar India.
Tujuannya bukan hanya membalas proyek China, tetapi juga mengamankan aliran alami Brahmaputra serta mengantisipasi pelepasan air mendadak dari Tibet.
Namun, aktivis lingkungan India memperingatkan bahwa proyek ini bisa menenggelamkan puluhan desa, memicu konflik agraria, dan memiliki dampak ekologis hampir setara dengan bendungan China.
Ketegangan Baru di Asia Selatan
Dengan tidak adanya perjanjian internasional tentang pengelolaan aliran Brahmaputra, para pakar khawatir bendungan ini bisa menjadi alat tekanan politik di masa depan.
“Menjadikan air sebagai senjata adalah strategi berbahaya yang bisa berbalik arah,” kata Mehebub Sahana, ahli geografi lingkungan dari University of Manchester.
Bila diplomasi gagal, konflik di kawasan Himalaya bisa meluas, bahkan menyeret negara lain di sekitar Teluk Benggala.
Kesimpulan: Antara Ambisi Hijau dan Ancaman Global
Proyek bendungan di Tibet sejatinya adalah simbol ambisi China dalam energi bersih. Namun jika tidak dikelola secara transparan dan inklusif, proyek ini justru bisa memicu:
- Krisis air
- Ketegangan militer
- Kerusakan ekologis besar-besaran
- Konflik lintas negara di Asia Selatan
Alam Tibet kini menjadi taruhan antara kemajuan teknologi dan ketahanan geopolitik.
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: