Jurnal Pelopor – Piala Dunia Antarklub 2025 berakhir dengan Chelsea keluar sebagai juara setelah mengalahkan Paris Saint-Germain di final. Namun, kemenangan itu tenggelam dalam kontroversi yang mewarnai sepanjang turnamen. Format baru dengan 32 tim sejatinya diharapkan mendongkrak popularitas kompetisi klub FIFA, namun hasilnya justru menuai kritik global.
Tiket Anjlok, Stadion Kosong
FIFA terpaksa memangkas harga tiket demi mengisi tribun. Tiket semifinal antara Chelsea vs Fluminense yang awalnya USD 473,90 anjlok menjadi USD 13,40. Bahkan untuk laga final, harga tiket diturunkan dari USD 330 menjadi hanya USD 199. Sayangnya, upaya itu tetap tak mampu menyelamatkan angka kehadiran: sekitar 1,5 juta kursi kosong dilaporkan dari total 2,49 juta tiket terjual.
Jadwal Ketat dan Cedera Pemain
Pelatih-pelatih elite seperti Jurgen Klopp hingga Pep Guardiola terang-terangan mengecam padatnya jadwal. Chelsea dan PSG memainkan lebih dari 64 laga musim ini, nyaris tanpa jeda sebelum musim baru. Cedera parah menimpa beberapa pemain, termasuk Jamal Musiala yang mengalami patah tulang dalam laga perempat final.
Panas Ekstrem, Laga Tertunda
Suhu mencapai 32°C dengan kelembaban tinggi membuat enam laga tertunda, total hingga delapan jam. Hanya empat dari 11 stadion yang memiliki atap, dan hanya satu yang berpendingin. Situasi ini membuat banyak pihak mempertanyakan kesiapan Amerika Serikat sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026.
Lapangan Rusak, Kualitas Minim
Kritik juga datang dari pelatih Borussia Dortmund, Niko Kovac, soal lapangan Stadion MetLife yang “lebih mirip lapangan golf.” Kualitas rumput menjadi persoalan besar, sementara banyak pertandingan justru berlangsung dengan tensi rendah dan daya saing minim.
Penonton TV Pun Sepi
DAZN belum merilis total data resmi, namun siaran pertandingan hanya ditonton rata-rata 418.000 penonton (bahasa Inggris), dan 551.000 (bahasa Spanyol). Jauh di bawah Premier League, MLB, dan tentu saja NFL. Ini menunjukkan bahwa branding global Piala Dunia Antarklub masih tertinggal jauh.
Peserta Dipertanyakan
Beberapa klub top Eropa seperti Liverpool, Napoli, Barcelona, dan Sporting Lisbon absen. Sementara Inter Miami lolos meski belum pernah menjuarai MLS. Beberapa laga menyisakan ironi: Auckland City kalah 0-10 dari Bayern, dan laga antara Sundowns vs Ulsan hanya ditonton 3.412 orang.
FIFA Tetap Puas, Dunia Masih Ragu
Presiden FIFA Gianni Infantino menyebut turnamen ini “kompetisi antarklub paling sukses di dunia.” Namun, banyak pelatih, pemain, dan pengamat tak sependapat. Turnamen ini justru menjadi peringatan keras menjelang Piala Dunia 2026: bahwa globalisasi sepak bola tak bisa sekadar jualan logo dan gimmick digital.
Kesimpulan: Perlu Evaluasi Serius, Bukan Sekadar Seremoni
Piala Dunia Antarklub 2025 berhasil memberi panggung bagi tim-tim non-Eropa seperti Al Hilal dan Fluminense. Tapi secara keseluruhan, turnamen ini lebih terasa sebagai eksperimen mahal daripada warisan baru. Jika FIFA tak segera mengevaluasi soal kualitas pertandingan, kenyamanan pemain, dan antusiasme penonton, maka turnamen ini berisiko menjadi beban di kalender sepak bola dunia bukan kebanggaan global.
Sumber: Bola.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: