Jurnal Pelopor — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg yang menimbulkan gangguan ketertiban umum dan mengandung unsur maksiat, seperti joget campur pria-wanita dengan pakaian terbuka.
Fatwa ini diputuskan dalam sidang komprehensif yang melibatkan banyak pihak: ahli kesehatan, perwakilan pemerintah daerah, komunitas sound system, serta warga yang terdampak.
“Sound horeg yang volumenya melebihi batas wajar, merusak fasilitas, membahayakan kesehatan, serta disertai aksi tidak bermoral hukumnya haram, baik di tempat tetap maupun keliling permukiman,” tegas KH Sholihin Hasan, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim.
Batas Bahaya: 135 dB Bisa Rusak Pendengaran
MUI Jatim mengacu pada standar WHO yang menyebut batas kebisingan aman adalah 85 desibel (dB) untuk paparan 8 jam. Sementara itu, sound horeg kerap menghasilkan suara hingga 135 dB, setara dengan suara pesawat jet, yang bisa merusak telinga dan mengganggu psikologis warga.
Ada Ruang untuk Sound yang Positif
Meski mengharamkan sound horeg yang meresahkan, MUI Jatim tetap membuka ruang bagi penggunaan sound system yang sehat dan sesuai syariat.
“MUI tidak mematikan usaha masyarakat. Sound system untuk kegiatan seperti pengajian, salawatan, pernikahan, dan hajatan diperbolehkan asalkan tidak melampaui batas dan bebas dari unsur maksiat,” ujar Kiai Sholihin.
Adu Sound dan Battle Dinilai Mubazir
Fenomena “adu sound” atau battle sound juga tak luput dari sorotan. Kegiatan ini dinilai sarat pemborosan (tabdzir), menciptakan persaingan tidak sehat, serta merusak ketenangan lingkungan.
“Battle sound yang hanya ajang pamer kekuatan suara, meresahkan warga, dan menghambur-hamburkan uang hukumnya haram secara mutlak,” tegas MUI.
Fatwa Bernuansa Tegas dan Bijak
Fatwa ini menjadi sinyal bahwa masyarakat butuh hiburan yang sehat dan bermartabat, bukan hanya keras secara suara, tapi juga berpotensi menyimpang dari nilai agama dan norma sosial.
Dengan fatwa ini, MUI Jatim berharap pelaku usaha, penyelenggara hajatan, dan komunitas hiburan lokal dapat menjaga etika, syariat, dan ketertiban umum, tanpa menghilangkan nilai ekonomi dari industri hiburan.
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
Takut Ekonomi Ambruk? Ini Aset Aman Selain Emas
Saksikan berita lainnya: