Jurnal Pelopor – Ketidakpastian ekonomi global kembali memuncak, kali ini dipicu oleh rencana Presiden AS Donald Trump menerapkan kebijakan tarif tinggi secara agresif. Kondisi ini mendorong investor global mengalihkan dana ke aset yang dianggap lebih aman, seperti logam mulia dan mata uang yen Jepang.
Emas Naik Gila-Gilaan, Capai Rekor Sejak 1986
Harga emas melonjak tajam ke level tertinggi dalam sejarah modern. Harga emas menyentuh US$3.128,06 per ons, mencatat kenaikan lebih dari 18% dalam satu kuartal tertinggi sejak September 1986. Permintaan tinggi dari investor ritel, bank sentral, dan dana lindung nilai (hedge fund) jadi pemicunya.
Kenaikan ini juga mengangkat harga logam mulia lainnya seperti:
- Perak
- Paladium
- Platinum
Prediksi Harga Emas: Goldman dan BofA Kompak Naikkan Target
- Goldman Sachs kini memperkirakan harga emas akan menembus US$3.300 per ons di akhir 2025, naik dari proyeksi sebelumnya US$3.100.
- Bank of America (BofA) bahkan lebih agresif, memperkirakan harga emas akan mencapai US$3.063 pada 2025 dan US$3.350 pada 2026.
- UBS turut menaikkan target harga emas, mencerminkan keyakinan pasar bahwa logam mulia akan terus bersinar di tengah ketidakpastian kebijakan AS.
Yen Jepang Jadi Alternatif Lindung Nilai
Sementara itu, Goldman Sachs juga menyoroti yen Jepang sebagai lindung nilai utama. Mereka memperkirakan nilai tukar yen akan menguat ke level 140 per dolar AS tahun ini, naik sekitar 7% dari posisi saat ini. Proyeksi ini lebih optimis dibanding konsensus pasar yang memperkirakan di kisaran 145.
Menurut Kamakshya Trivedi, Kepala Strategi Global di Goldman Sachs, yen efektif sebagai pelindung nilai ketika suku bunga riil dan saham AS turun bersamaan. Hal ini membuat yen lebih menarik di tengah perlambatan ekonomi AS.
Trivedi menambahkan bahwa kekuatan yen dipengaruhi oleh:
- Pelemahan pasar tenaga kerja AS (data lowongan kerja mulai menurun)
- Rencana Bank of Japan (BoJ) menaikkan suku bunga pada Juni–Juli
- Potensi pengurangan pembelian obligasi jangka panjang oleh BoJ
Risiko Yen: Volatilitas dan Perbedaan Suku Bunga
Meski prospek yen menguat, mata uang ini tetap menyimpan risiko:
- Telah melemah selama empat tahun terakhir, bahkan sempat jatuh ke level 161,95 per dolar AS pada Juli lalu — terendah sejak 1986.
- Kesenjangan suku bunga yang besar dengan AS menjadi beban.
- Namun, posisi short yen oleh hedge fund kini mulai menyusut, menandakan kemungkinan tren pembalikan arah.
Efek Domino Tarif Trump & Prospek The Fed
Kekhawatiran atas tarif baru dari Presiden Trump menimbulkan ketidakpastian besar terhadap:
- Pertumbuhan ekonomi AS
- Kinerja pasar saham (S&P 500)
- Kebijakan moneter The Fed
Goldman Sachs pun merevisi ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dari dua kali menjadi tiga kali tahun ini karena tarif bisa memperlambat ekonomi lebih dari yang diperkirakan.
Di tengah gejolak ekonomi global, investor semakin meninggalkan aset berisiko. Emas kembali menjadi primadona, sementara yen Jepang mulai dilirik sebagai pelindung nilai efektif. Namun, semua aset tetap memiliki risiko dan ketajaman dalam membaca arah kebijakan moneter global akan menjadi kunci bagi setiap investor.
Sumber: CNBC Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?