Jurnal Pelopor – Pada awal Juni 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur tentang kewajiban peserta asuransi kesehatan ikut menanggung biaya perawatan sebesar 10 persen dari klaim perawatan kesehatan. Ketentuan ini berlaku pada produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan skema pelayanan terkelola (managed care).
Apa Isi Aturan OJK Tentang Co-Payment?
Menurut aturan tersebut:
- Peserta asuransi harus menanggung 10% dari biaya rawat jalan, dengan maksimal Rp300 ribu per klaim.
- Untuk rawat inap, peserta menanggung 10% biaya per klaim, maksimal Rp3 juta.
- Perusahaan asuransi bisa menetapkan batas maksimal lebih tinggi, tetapi harus jelas di polis dan disepakati nasabah.
- Produk asuransi mikro tidak dikenai ketentuan ini.
Tujuan utama aturan ini adalah menerapkan sistem pembagian risiko (co-payment) antara perusahaan asuransi dan nasabah.
Latar Belakang Kebijakan: Beban Industri Asuransi Kesehatan
Inflasi biaya kesehatan yang terus naik membuat perusahaan asuransi mengalami tekanan besar. Namun, mereka sulit menaikkan premi karena khawatir nasabah kabur. Di sinilah co-payment dianggap sebagai solusi agar beban klaim tidak sepenuhnya ditanggung perusahaan, sekaligus mengurangi risiko penyalahgunaan asuransi.
Menurut pengamat asuransi Irvan Rahardjo, kebijakan ini penting untuk menjaga kesehatan industri asuransi kesehatan, sekaligus mengurangi overutilization, yakni pemakaian layanan medis yang berlebihan karena merasa “gratis” karena ditanggung asuransi.
Pro: Manfaat Co-Payment untuk Industri dan Nasabah
- Mengurangi Moral Hazard
Co-payment memaksa nasabah ikut bertanggung jawab atas biaya perawatan. Ini dapat mencegah penggunaan layanan medis secara berlebihan atau berlawanan dengan kebutuhan sebenarnya. - Mendorong Kritisitas Pasien dan Rumah Sakit
Dengan adanya bagian biaya yang harus dibayar sendiri, pasien diharapkan lebih selektif dan kritis terhadap diagnosa dan tindakan medis. Begitu pula rumah sakit diharapkan tidak berlebihan dalam pemberian layanan. - Menyehatkan Industri Asuransi
Dengan pembagian risiko, perusahaan asuransi bisa mengelola keuangan lebih stabil, menjaga keberlangsungan produk, dan menghindari risiko kerugian besar akibat klaim yang melonjak terus-menerus. - Premi Bisa Lebih Terjangkau
Dengan adanya co-payment, ada kemungkinan premi asuransi bisa lebih murah karena beban klaim tidak sepenuhnya ditanggung perusahaan.
Kontra: Kekhawatiran Dampak Pada Nasabah
- Beban Tambahan bagi Peserta Asuransi
Meskipun persentase 10% terlihat kecil, namun dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil atau penyakit berat, biaya ini bisa menjadi beban tambahan yang signifikan bagi keluarga peserta asuransi. - Risiko Akses Terbatas ke Layanan Kesehatan
Nasabah yang merasa harus bayar sebagian dari biaya perawatan bisa jadi enggan berobat atau menunda pengobatan karena alasan biaya, yang berpotensi memperparah kondisi kesehatan. - Kesulitan bagi Masyarakat Rentan
Bagi peserta asuransi mikro atau segmen masyarakat berpenghasilan rendah, co-payment walau tidak diwajibkan menurut aturan, dalam praktiknya bisa tetap sulit dihindari dan menjadi penghambat akses kesehatan.
Praktik Co-Payment di Negara Lain dan Industri Asuransi
Praktik pembagian risiko ini sudah umum di banyak negara maju dan perusahaan asuransi besar. Sistem ini bertujuan menjaga agar layanan kesehatan digunakan secara efisien dan mengurangi beban klaim yang tidak perlu. Co-payment juga sering dikombinasikan dengan sistem lain seperti deductible (batas minimal klaim) dan limit coverage (batas maksimal klaim).
Kebijakan yang Perlu Seimbang dan Transparan
Kebijakan OJK untuk mewajibkan peserta asuransi menanggung 10% biaya perawatan bisa dikatakan langkah tepat untuk menjaga keberlanjutan industri asuransi kesehatan di Indonesia yang sedang menghadapi inflasi medis tinggi. Namun, penerapan co-payment harus tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi nasabah.
Penting bagi perusahaan asuransi untuk transparan dalam menjelaskan ketentuan ini dan memberi edukasi agar nasabah memahami alasan dan manfaatnya. Pemerintah dan regulator juga perlu memastikan aturan ini tidak menjadi penghalang akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?