Jurnal Pelopor, Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menegaskan pandangannya bahwa bagi orang Sunda, bisnis pertambangan itu “pamali” atau tabu. Dalam budaya Sunda, lebih baik mengandalkan pertanian sebagai sumber kemakmuran, bukan eksploitasi tambang yang berisiko merusak alam dan kehidupan masyarakat.
Pamali Bisnis Tambang dalam Budaya Sunda
Dedi menyampaikan hal ini dalam pidatonya saat memperingati Hari Jadi Bogor ke-534, di hadapan DPRD Kota Bogor, Selasa (3/6/2025). Ia mempertanyakan, apakah benar tambang membawa kesejahteraan?
“Coba buatkan riset, tunjukkan pada saya, daerah mana yang terus-menerus ditambang rakyatnya makmur? Coba tunjukkan pada saya, di daerah mana yang tanahnya terus ditambang, rakyatnya tentram?” ujar Dedi dalam bahasa Sunda.
Menurut Dedi, orang Sunda sejak dulu meyakini bahwa tanah adalah Sunan Ambu atau Ibu Pertiwi yang harus dihormati dan dijaga seperti ibu sendiri. Merusak tanah dengan tambang, baginya, sama saja dengan memperkosa bumi.
Tanah Sunda: Tanah yang Subur dan Berkah
Dedi mengingatkan bahwa tanah Jawa Barat, khususnya tanah Sunda, adalah tanah yang subur dan sudah terbukti menghasilkan berbagai hasil bumi yang melimpah, seperti talas, durian, rambutan, dan manggis. Oleh sebab itu, menurutnya, tidak perlu menggali tanah terlalu dalam untuk mendapatkan rejeki, cukup manfaatkan secara bijak dan lestari.
“Tanah sudah subur, jadi tak perlu dibuat lubang atau galian besar. Bertanilah dan nikmati hasil alam yang sudah diberikan,” kata Dedi.
Pertanian sebagai Jalan Kemakmuran yang Berkelanjutan
Dedi mencontohkan Selandia Baru, sebuah negara kaya mineral yang memilih untuk tidak mengeksploitasi tambang secara besar-besaran. Mereka fokus pada pertanian dan peternakan, sehingga bisa hidup makmur sambil menjaga kelestarian alam.
“Selandia Baru punya sumber daya mineral luar biasa, tapi rakyatnya dilarang menambang. Mereka sudah makmur dengan hasil pertanian dan peternakan,” ujarnya.
Menurut Dedi, pola hidup agraris yang menghargai alam ini bukan tanda kemunduran, melainkan kunci kemajuan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Menghargai Alam, Menghormati Budaya
Dalam budaya Sunda, kata Dedi, ada konsep pamali yang melarang perbuatan merusak alam. Larangan ini bukan sekadar aturan, melainkan bentuk kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun untuk menjaga keharmonisan manusia dengan alam.
“Mengapa batuan mineral di tanah Sunda disembunyikan kabut? Karena urang Sunda pahing nambang, teu meunang. Pamali,” kata Dedi.
Konsep ini mengingatkan kita bahwa menjaga alam bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal menghormati nilai-nilai budaya dan spiritual.
Kesimpulan
Pernyataan Dedi Mulyadi mengajak kita untuk kembali menghargai dan memelihara alam dengan cara yang bijak dan berkelanjutan. Alih-alih mengejar keuntungan cepat dari pertambangan, lebih baik mengembangkan pertanian yang sudah terbukti membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Sunda.
Budaya, alam, dan kemakmuran bisa berjalan beriringan jika kita mampu menjaga dan menghormati keduanya.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Singonoyo Cup Meledak! Legenda Persibo Turun Gunung
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
DPP BKPRMI Dorong Pemerintah Lebih Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?