Jurnal Pelopor – Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD, baru-baru ini menjelaskan bahwa pemakzulan atau pencopotan presiden dan wakil presiden (wapres) secara teori bisa dilakukan, namun secara praktis hal tersebut sangat sulit. Dalam acara Gaspol yang disiarkan melalui Youtube Kompas.com pada Jumat, 9 Mei 2025, Mahfud menyatakan bahwa meskipun ada ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur mekanisme pemakzulan, penerapannya sangat bergantung pada banyak faktor politik.
Aturan Pemakzulan dalam UUD 1945
Mahfud menjelaskan bahwa dalam UUD 1945 terdapat ketentuan yang mengatur pemakzulan presiden dan wapres, yang bisa dilakukan jika mereka terbukti melakukan beberapa pelanggaran berat. Pelanggaran tersebut meliputi korupsi, pengkhianatan, penyuapan, kejahatan besar dengan pidana lebih dari lima tahun penjara, serta perbuatan tercela atau jika presiden atau wapres berhalangan untuk menjalankan tugasnya seperti sakit permanen selama tiga bulan berturut-turut.
Namun, meskipun ketentuan ini ada, Mahfud menekankan bahwa secara politis, pemakzulan sangat sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan pembahasan dalam DPR memerlukan dua per tiga anggota DPR untuk hadir agar sidang impeachment dapat dilaksanakan. Dengan koalisi yang mayoritas di DPR, Mahfud menganggap sulit untuk memenuhi persyaratan ini.
Proses Impeachment yang Rumit
Proses pemakzulan melibatkan tiga lembaga negara: DPR, MK, dan MPR. Mahfud menjelaskan bahwa meskipun DPR bisa mengajukan sidang impeachment, dalam praktiknya, MK tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan vonis pencopotan presiden atau wapres. MK hanya dapat mengonfirmasi tindakan yang dilakukan oleh presiden atau wapres. Selanjutnya, keputusan akan kembali kepada DPR untuk diperdebatkan dan hasilnya kemudian diputuskan oleh MPR.
Namun, meskipun MPR bisa memutuskan pencopotan, Mahfud juga menyampaikan bahwa dalam praktiknya, MPR belum tentu akan mengambil keputusan tersebut. Biasanya, yang terjadi adalah MPR memberikan arahan untuk perbaikan di masa depan, bukan pencopotan.
Usulan Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka
Wacana pemakzulan ini muncul setelah Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Usulan ini didukung oleh sejumlah purnawirawan jenderal, laksamana, dan marsekal. Beberapa poin dalam deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mencuat termasuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, serta usulan reshuffle terhadap menteri yang terlibat korupsi. Poin paling kontroversial dalam deklarasi ini adalah usulan agar MPR mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tantangan Politik dalam Pemakzulan
Menurut Mahfud, meskipun secara teori pemakzulan Gibran bisa dilakukan jika memenuhi syarat yang ada, secara politik, hal itu hampir mustahil karena dominasi koalisi di DPR dan kompleksitas prosedur yang harus dilalui. Proses ini memerlukan kerjasama antara lembaga-lembaga negara yang sangat dipengaruhi oleh dinamika politik yang ada, yang membuatnya sulit terlaksana dalam praktik.
Dengan demikian, meskipun peraturan tentang pemakzulan ada, kenyataannya pencopotan presiden atau wapres memerlukan banyak pertimbangan politik yang kompleks.
Sumber: Kompas.com
Baca Juga:
Tanpa Target Juara, Sukorejo FC Bikin Kejutan di Bali 7’s 2025!
Hari Bumi 2025: BKPRMI Galang Aksi Tanam 1 Juta Pohon
Saksikan berita lainnya:
Demo Besar Tolak Revisi UU TNI: Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?