Gaza, 19 Februari 2025 – Hamas mengumumkan rencana untuk membebaskan enam sandera Israel yang masih hidup pada Sabtu (22/2/2025) dan menyerahkan empat jenazah sandera pada Kamis (27/2). Hamas mengambil langkah ini sebagai imbalan atas izin yang diberikan Israel untuk memasukkan mobil rumah (mobile home) dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur akibat perang.
Dalam fase pertama gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel secara bertahap. Hamas juga menyatakan bahwa delapan di antara mereka telah meninggal. Kedua pihak belum membahas fase kedua gencatan senjata. Namun, Hamas mengatakan akan membebaskan lebih banyak sandera jika Israel menyetujui gencatan senjata permanen dan menarik pasukannya dari Gaza.
Hamas Siapkan Pembebasan Sandera di Tengah Ketegangan
Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Khalil al-Hayya, menyebut bahwa Hamas akan menyerahkan empat jenazah, termasuk keluarga “Bibas”. Hamas diduga merujuk pada Shiri Bibas dan dua putranya yang masih kecil, Ariel dan Kfir. Bagi banyak warga Israel, keluarga ini melambangkan penderitaan para sandera.
Israel belum mengonfirmasi kematian mereka. Namun, pemerintah Israel menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai kondisi keluarga Bibas. Hamas sebelumnya mengklaim bahwa serangan udara Israel pada awal perang telah membunuh mereka. Sementara itu, Hamas membebaskan Yarden Bibas, suami dan ayah dari keluarga tersebut, bulan ini setelah menculiknya secara terpisah.
Militan Hamas menculik Kfir saat usianya baru 9 bulan. Hamas membawa Kfir dalam serangan pada 7 Oktober 2023, yang kemudian memicu konflik terbaru ini.
Israel Izinkan Masuknya Bantuan sebagai Bagian dari Kesepakatan
Seorang pejabat Israel, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyetujui pengiriman mobil rumah dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza. Netanyahu mengambil keputusan ini untuk mempercepat pembebasan sandera.
Hamas sebelumnya mengancam akan menunda pembebasan sandera jika Israel terus menolak izin masuknya peralatan tersebut. Hamas juga menuduh Israel melanggar ketentuan gencatan senjata dengan berbagai tindakan lainnya.
Sementara itu, pemerintah Israel menyiapkan daftar ratusan tahanan Palestina yang akan mereka bebaskan sebagai imbalan pembebasan sandera. Mereka telah menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada beberapa tahanan karena serangan mematikan, sementara lainnya mereka tahan tanpa dakwaan. Dalam fase pertama gencatan senjata ini, Israel akan membebaskan semua perempuan dan anak-anak yang telah mereka tahan sejak perang terbaru dimulai.
Gencatan Senjata Beri Ruang bagi Bantuan Kemanusiaan
Gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari telah menghentikan pertempuran paling mematikan antara Israel dan Hamas. Kondisi ini memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan memungkinkan ratusan ribu warga Palestina kembali ke rumah mereka.
Namun, tantangan besar masih menghadang. Pemerintah Israel bertekad untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Gaza. Di sisi lain, Hamas telah mengembalikan kendalinya atas wilayah kantong tersebut selama gencatan senjata, meskipun kehilangan sejumlah pemimpin dan pejuangnya.
Gagasan Kontroversial Trump dan Rencana Alternatif Mesir
Di tengah ketegangan yang masih berlangsung, mantan Presiden AS Donald Trump mengusulkan rencana kontroversial untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza agar Amerika Serikat dapat membangun kembali wilayah tersebut. Namun, dunia Arab dan rakyat Palestina menolak gagasan ini dan menegaskan bahwa mereka ingin tetap tinggal di tanah air mereka.
Sementara itu, Mesir sedang menyusun rencana alternatif untuk membangun kembali Jalur Gaza tanpa harus memindahkan warganya.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Aksi Massa Indonesia Gelap: Mahasiswa Tolak Pemangkasan Anggaran Pendidikan dalam Inpres 2025
Saksikan berita lainnya:
Penyelundupan Barang Ilegal: Bisnis Haram yang Tak Pernah Mati!