Jakarta – Eks Menteri Perdagangan RI, Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, berharap kebenaran segera terungkap dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula. Ia menyampaikan harapan tersebut setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkaranya pada Jumat (14/2), yang menandakan bahwa ia akan segera diadili.
“Harapannya, tetap saja, kebenaran terungkap, supaya kebenaran terungkap,” kata Tom kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Tom keluar dari gedung Kejaksaan Jakarta Pusat sekitar pukul 14.15 WIB. Saat petugas membawanya menuju mobil tahanan, ia terlihat ingin memberikan keterangan kepada wartawan. Namun, pejabat kejaksaan segera menggiringnya ke mobil tahanan, yang memicu perdebatan singkat. Dalam kesempatan itu, Tom juga mengeluhkan lamanya proses penyidikan yang kejaksaan lakukan.
“Ya, kita terus kooperatif dan berupaya untuk kondusif. Tapi, bagi saya, diprosesnya agak lama,” ujar Tom.
Meskipun pejabat kejaksaan terus menghalangi, Tom terus menyampaikan keterangannya.
“Makin lama, nih, diinterupsi terus,” katanya, sebelum melanjutkan pernyataan.
Penyidikan Sudah Setahun
Tom menyebutkan bahwa penyidikan terhadapnya sudah berlangsung sekitar setahun sejak Kejaksaan mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) pada Oktober 2023.
“Jadi, rasanya prosesnya agak lama. Sprindik terbitnya Oktober 2023, katanya penyidikan sudah berjalan 12 bulan,” ungkapnya.
“Ini proses, ya. Saya sudah ditahan 3 bulan, jadi buat saya sih agak lama,” tambahnya.
Kasus Tom Lembong
Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka terkait dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016. Pada 2015, rapat koordinasi antar-kementerian menyimpulkan bahwa Indonesia surplus gula dan tidak perlu impor. Namun, menurut dugaan Tom, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, mengizinkan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. Padahal, hanya BUMN yang dapat melakukan impor gula kristal putih, bukan swasta.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Tom mengeluarkan izin impor tersebut tanpa koordinasi dengan instansi terkait. Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. PT PPI menggandeng delapan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kejaksaan Agung menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 578,1 miliar.
Hak Kebebasan Berpendapat
Dalam kasus Tom Lembong ini, upayanya untuk berbicara di depan media terkait kasus yang sedang ia hadapi mencerminkan hak asasi manusia yang dilindungi, termasuk kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan informasi. Berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, setiap individu memiliki hak untuk berbicara, menyampaikan pendapat, dan mengakses informasi, yang tercantum dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas kebebasan opini dan berekspresi; hak ini mencakup kebebasan untuk memiliki opini tanpa campur tangan dan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun, tanpa memandang batas negara.”
Selain itu, Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia juga memberikan jaminan kebebasan berbicara, yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat.”
Dalam situasi Tom Lembong, pejabat kejaksaan tampaknya berusaha menjaga agar proses hukum berjalan tanpa gangguan yang bisa memperburuk atau menghambat penyidikan. Meskipun demikian, Tom Lembong tetap berusaha menggunakan haknya untuk berbicara, meskipun terhalang oleh upaya pihak kejaksaan yang berusaha membawanya segera ke mobil tahanan.
Sumber: Liputan6
Baca juga:
Prabowo Luncurkan Danantara 24 Februari: Fokus EBT & Pangan
Saksikan berita lainnya:
Penyelundupan Barang Ilegal: Bisnis Haram yang Tak Pernah Mati!